Selasa, 28 Oktober 2025

Ahli di Sidang Praperadilan Delpedro: SPDP Bisa Dikesampingkan saat Kondisi Darurat

Rabu, 22 Oktober 2025 18:50 WIB
Tribunnews.com

TRIBUN-VIDEO.COM - Polda Metro Jaya menghadirkan ahli hukum dalam sidang lanjutan praperadilan yang diajukan Direktur Eksekutif Lokataru Delpedro Marhaen, Rabu (22/10/2025).

Praperadilan yang diajukan Delpedro ini untuk membuktikan sah tidaknya penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan penghasutan aksi unjuk rasa pada akhir Agustus 2025 lalu.

Agenda persidangan kali ini menghadirkan ahli dari pihak termohon Polda Metro Jaya, yakni Hendri Jayadi Pandiangan, Dekan Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI).

Dalam persidangan yang dipimpin hakim tunggal Sulistiyanto Rokhmad Budiharto, sempat terjadi perdebatan antara kuasa hukum pemohon Delpedro, Afif Abdul Qoyim, dengan ahli termohon mengenai keberlakuan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).

Afif Abdul Qoyi sempat bertanya, "Jadi apakah SPDP bisa dikesampingkan?"

Ahli termohon Hendri Jayadi Pandiangan menjawab tegas bahwa SPDP tidak boleh dikesampingkan.

"Sebentar, anda bertanya keberadaan SPDP atau SPDP harus disampaikan?" kata ahli di ruang sidang.

Afif lalu mempertegas pertanyaannya, "SPDP disampaikan kepada para pihak, pertanyaan saya apakah SPDP itu bisa dikesampingkan atau tidak?"

Ahli termohon kemudian menjawab, "Bisa dikesampingkan."

Afif kembali menimpali, "Apa alasannya bisa dikesampingkan?"

Hendri pun menjelaskan, "Yang saya sampaikan tadi, dalam suatu penegakan hukum, ada kategorinya. Kan saya kasih ilustrasi, negara dalam keadaan darurat, administrasinya lama, sementara harus segera dilakukan.”

Afif kemudian bertanya lagi, "Apakah khusus untuk kondisi negara darurat?"

“Ya,” jawab Hendri.

Afif kembali melontarkan pertanyaan, "Siapa yang menetapkan kondisi negara ini darurat?"

Ahli pun kemudian menjawab jika status kondisi negara darurat jika memang sudah ditetapkan oleh Presiden.

Setelah sidang, kuasa hukum Delpedro lainnya, Muhammad Al Ayyubi Harahap, menilai keterangan ahli tersebut justru membuka ruang pertanyaan baru.

Ayyubi menjelaskan, diskresi hukum memang bisa dilakukan dalam situasi tertentu, namun tidak bisa diterapkan sembarangan.

"Ya tadi menarik juga, saya sempat diskusi bisik-bisik dengan rekan saya, ya ahli sebutkan ya diskresi itu boleh digunakan dalam kondisi darurat negara. Dia sudah menyebutkan satu syarat, nah dalam kasus Delpedro, apakah ada kondisi darurat di negara ini?" kata Ayyubi.

"Ahli juga tadi menambahkan bahwa presiden yang menetapkan status negara dalam kondisi darurat. Pertanyaannya, dalam rentang waktu 25 sampai 29 Agustus, apakah presiden menerbitkan penetapan soal kondisi darurat di negara ini?" jelasnya.

Sidang praperadilan ini terdaftar dengan nomor 132/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, dengan agenda pembuktian dari pihak termohon (Polda Metro Jaya) atas sah atau tidaknya penetapan tersangka terhadap Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen.

Sidang akan dilanjutkan dengan agenda penyampaian kesimpulan sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Penyampaian kesimpulan dijadwalkan besok, Kamis (23/10/2025).

Delpedro Marhaen ditangkap aparat kepolisian pada 1 September 2025.

Ia dituding melakukan tindak pidana menghasut untuk melakukan pidana dan atau menyebarkan informasi elektronik yang diketahuinya membuat pemberitahuan bohong hingga menimbulkan kerusuhan dan keresahan di tengah masyarakat dan atau merekrut dan atau membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa.

Delpedro dijerat Pasal 160 KUHP dan atau 45a ayat 3 juncto pasal 28 ayat 3 UU ITE, serta Pasal 76 h juncto UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak.(*)

Editor: Srihandriatmo Malau
Sumber: Tribunnews.com

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved