Kala Baleg hingga Partai Politik Respons Gugatan UU MD3 Agar Rakyat Bisa Pecat DPR
TRIBUN-VIDEO.COM - Sejumlah mahasiswa menggugat Undang-undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK) agar anggota DPR yang tidak kompeten bisa dipecat rakyat.
Proses pemecatan anggota DPR tidak bisa dilakukan secara sembarangan.
Hanya partai politik pengusung dan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang memiliki kewenangan resmi untuk memberhentikan anggota DPR, sesuai mekanisme dalam Undang-Undang MD3.
Pemohon uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) di MK merupakan sekumpulan mahasiswa.
Mereka adalah Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syfei, Faisal Nasirul Haq, dan Muhammad Adnan, dan Tsalis Khiroul Fatna.
Dalam perkara nomor 199/PUU-XXIII/2025, lima mahasiswa tersebut menggugat Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3.
Mereka mempersoalkan mekanisme pemberhentian anggota DPR yang sepenuhnya melalui Majelis Kehormatan Dewan (MKD) dan partai politik.
Para pemohon menilai tidak adanya mekanisme pemberhentian oleh konstituen membuat kontrol publik terhadap wakilnya menjadi buntu.
Menurut para pemohon, selama ini partai politik justru kerap memberhentikan kader tanpa alasan jelas, namun mengabaikan desakan publik ketika seorang anggota DPR seharusnya diberhentikan.
Mereka mencontohkan kasus nonaktifnya Ahmad Sahroni, Nafa Indria Urbach, Surya Utama (Uya Kuya), Eko Patrio, dan Adies Kadir yang dipicu tekanan publik tetapi tidak diproses sesuai mekanisme pemberhentian dalam UU MD3.
Menurut mereka, kondisi itu membuat suara rakyat hanya sebatas formalitas dalam pemilu.
Dalam petitumnya, para mahasiswa memohon agar MK menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berlaku mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa pemberhentian anggota DPR dapat diusulkan oleh partai politik dan/atau konstituen.
Hakim Suhartoyo menyampaikan bahwa permohonan akan dibahas dalam Rapat Permusyawaratan Hakim, untuk menentukan apakah perkara ini dapat diputus tanpa pemeriksaan lebih lanjut atau memerlukan sidang pembuktian.
Respons
Menanggapi gugatan tersebut, anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Fraksi Partai Golkar Ahmad Irawan menyatakan sah-sah saja menggugat UU MD3 karena merupakan bagian dari hak publik untuk berpartisipasi dalam proses hukum dan pemerintahan.
Namun, Ahmad Irawan mengingatkan MK agar mempertimbangkan kembali yurisprudensi yang sudah ada terkait posisi anggota DPR sebagai representasi partai politik.
Irawan menjelaskan, berdasarkan putusan MK Nomor 38/PUU-VIII/2010, MK sebelumnya menyatakan bahwa anggota DPR adalah calon yang diajukan oleh partai politik, sehingga secara konstitusional merupakan representasi partai politik di parlemen.
Ahmad Irawan menilai, dalam rangka menjaga integritas dan otoritas partai, partai politik tetap harus memiliki kewenangan untuk memberikan sanksi hingga melakukan pergantian antarwaktu (PAW) terhadap anggotanya yang melanggar aturan internal.
Kendati demikian, Ahmad Irawan tetap menghormati langkah hukum yang diajukan masyarakat dan menyerahkan sepenuhnya proses tersebut kepada Mahkamah Konstitusi.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bob Hasan menambahkan dalam negara demokrasi, ruang partisipasi publik untuk menguji satu aturan tak dipermasalahkan ketika dinilai tidak sesuai dengan rasa keadilan.
Terkait tuntutan agar rakyat dapat memberhentikan anggota DPR RI secara langsung, Bob menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi untuk mengujinya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Eddy Soeparno menyatakan soal evaluasi anggota dewan saat ini aturannya kewenangannya ada di partai politik sebagai pihak yang mengajukan kadernya ke parlemen.
Namun, Eddy menjelaskan masyarakat tetap memiliki ruang untuk memberi penilaian terhadap kinerja wakilnya, terutama dalam momentum pencalonan kembali anggota DPR.
Eddy menambahkan, masukan masyarakat kepada partai politik dapat menjadi dasar dilakukan evaluasi internal terhadap anggota DPR yang bersangkutan.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai gugatan uji materi Undang-Undang tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) ke Mahkamah Konstitusi (MK), yang meminta agar rakyat dapat memberhentikan anggota DPR RI sangat masuk akal.
Lucius mengatakan, tuntutan tersebut sangat logis lantaran anggota dewan menduduki jabatan tersebut karena dipilih langsung oleh masyarakat.
Ia berpandangan, masyarakat berhak untuk mengevaluasi apabila dalam masa jabatannya, anggota DPR tidak amanah.
Lucius menegaskan, ruang evaluasi tersebut juga bisa memberikan sumbangsih bagi partai politik untuk tidak merasa menjadi penguasa absolut atas anggota DPR.
Melalui mekanisme tersebut, kata dia, partai politik dituntut untuk berbenah dalam proses kandidasi dan pengawasan terhadap anggotanya.
Dengan begitu, Lucius meyakini bahwa partai politik akan serius melakukan kaderisasi, kandidasi, pendidikan politik.
Uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD (UU MD3) di Mahkamah Konstitusi (MK) diajukan oleh lima mahasiswa Ikhsan Fatkhul Azis, Rizki Maulana Syfei, Faisal Nasirul Haq, dan Muhammad Adnan, dan Tsalis Khiroul Fatna.
Ikhsan, pemohon pertama, adalah mahasiswa Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Sebelumnya ia aktif di Komunitas Pemerhati Konstitusi. Sebuah unit kegiatan mahasiswa berbasis kajian hukum tata negara yang membentuk kepeduliannya terhadap persoalan konstitusional dan stabilitas sistem hukum.
Rizki, pemohon kedua, merupakan alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ia pernah menjadi pemakalah dalam Call for Paper bertema “Dinamika dan Tantangan Pemilu 2024” dengan tulisan mengenai constituent recall untuk anggota DPD.
Selain itu, Rizki juga pernah menjadi pemohon dalam perkara 62/PUU-XXII/2024 terkait ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang dikabulkan MK.
Faisal Nasirul Haq, pemohon ketiga, adalah mahasiswa aktif Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Ia turut menjadi pemohon dalam perkara 62 bersama Rizki dan sama-sama memiliki latar belakang aktivisme di Komunitas Pemerhati Konstitusi.
Muhammad Adnan, pemohon keempat, adalah alumnus Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Seperti tiga pemohon lain, Adnan juga merupakan bagian dari Komunitas Pemerhati Konstitusi.
Ia juga terlibat dalam diskusi serta advokasi persoalan hukum tata negara yang berkaitan dengan demokrasi dan representasi publik.
Tsalis, pemohon kelima, berstatus sebagai mahasiswi Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Kalijaga Jogja. Bersama Rizki dan Faisal, ia juga merupakan pemohon perkara 62.
Saksikan tayangan LIVE UPDATE lengkapnya hanya di Kanal Youtube Tribunnews!
Sumber: Tribunnews.com
Kala Ega Gugat UU Perkawinan ke MK: Perjuangkan Kepastian Hukum Pernikahan Beda Agama
Rabu, 12 November 2025
Momen Uya Kuya Hadiri Rapat Perdana di DPR Usai Putusan MKD
Rabu, 12 November 2025
Tribunnews Update
Ketua Baleg DPR RI Tiba-tiba Minta Once dan Ahmad Dhani Berdamai di Tengah Rapat: Cukuplah Sudah
Selasa, 11 November 2025
Tribunnews Update
Reaksi Puan seusai Dana Reses DPR Dipotong dari Rp 702 Juta Jadi Rp 500 Juta: Akan Kurangi Anggaran
Jumat, 7 November 2025
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.