Minggu, 11 Mei 2025

Tribunnews Wiki

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

Sabtu, 27 Juli 2019 19:24 WIB
TribunnewsWiki

TRIBUN-VIDEO.COM - Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan atau biasa disebut Komnas Perempuan adalah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia.

Komnas Perempuan dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.

Komnas Perempuan lahir dari tuntutan masyarakat sipil, terutama kaum perempuan, kepada pemerintah untuk mewujudkan tanggung jawab negara dalam menanggapi dan menangani persoalan kekerasan terhadap perempuan.

Tuntutan tersebut berakar pada tragedi kekerasan seksual yang terutama dialami oleh perempuan etnis Tionghoa dalam kerusuhan Mei 1998 di berbagai kota besar di Indonesia.

Komnas Perempuan tumbuh menjadi salah satu Lembaga Nasional Hak Asasi Manusia (LNHAM), sesuai dengan kriteria-kriteria umum yang dikembangkan dalam The Paris Principles.

Kiprah aktif Komnas Perempuan menjadikan lembaga ini contoh berbagai pihak dalam mengembangkan dan meneguhkan mekanisme HAM untuk pemajuan upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan baik di tingkat lokal, nasional, kawasan, maupun internasional.

Latar Belakang

Mei 1998 merupakan masa berkabung kesekian kalinya dalam sejarah kehidupan perempuan di Indonesia dan menjadi puncak kegetiran perempuan di masa Orde Baru.

Perempuan Indonesia, khususnya mayoritas Etnis Tionghoa di masa itu, tepatnya 13 sampai 15 Mei 1998 menjadi korban eksploitasi seksual.

Tindakan perkosaan dilakukan secara sistematis dan terjadi hampir di seluruh wilayah di Indonesia dari barat hingga timur, khususnya Palembang, Solo, Surabaya, Lampung, Medan, dan Jakarta.

Berangkat dari tragedi tersebut, kelompok perempuan dari latar belakang yang beragam bahu membahu semakin menguatkan barisan dan menuntut pemerintah untuk meminta maaf dan melakukan penyelidikan secara mendalam atas peristiwa eskploitasi seksual dan perkosaan sistemik.

Landasan

Konstitusi, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW)

Undang-Undang No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam atau tidak Manusiawi (CAT)

Deklarasi Internasional tentang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, serta kebijakan-kebijakan lainnya tentang hak asasi manusia.

Tujuan

1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi manusia perempuan di Indonesia;

2. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan perlindungan hak-hak asasi perempuan.

Visi dan Misi

Visi

Terciptanya tatanan, relasi sosial dan pola perilaku yang kondusif untuk mewujudkan kehidupan yang menghargai keberagaman dan bebas dari rasa takut, tindakan atau ancaman dan diskriminasi sehingga kaum perempuan dapat menikmati hak asasinya sebagai manusia.

Misi

1. Meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan mendorong pemenuhan hak korban atas kebenaran, keadilan dan pemulihan dalam berbagai dimensi, termasuk hak ekonomi, sosial, politik, budaya yang berpijak pada prinsip hak atas integritas diri.

2. Meningkatkan kesadaran public bahwa hak-hak perempuan adalah hak asasi manusia dan kekerasan terhadap perempuan adalah pelanggaran hak asasi manusia.

3. Mendorong penyempurnaan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang kondusif serta membangun sinergi dengan lembaga pemerintah dan lembaga publik lain yang mempunyai wilayah kerja atau juridiksi yang sejenis untuk pemenuhan tanggungjawab negara dalam penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

4. Mengembangkan sistem pemantauan, pendokumentasian dan evaluasi atas fakta kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran hak asasi perempuan atas kinerja lembaga-lembaga negara serta masyarakat dalam upaya pemenuhan hak perempuan, khususnya korban kekerasan.

5. Memelopori dan mendorong kajian-kajian yang mendukung terpenuhinya mandate Komnas Perempuan.

6. Memperkuat jaringan dan solidaritas antar komunitas korban, pejuanghak-hak asasi manusia, khususnya di tingkat lokal, nasional dan internasional.

7. Menguatkan kelembagaan Komnas Perempuan sebagai komisinasional yang independen, demokratis,efektif, efisien, akuntabel dan responsive terhadap penegakan hak asasi perempuan.

Mandat dan Kewenangan

1. Menyebarluaskan pemahaman atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia dan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan, serta penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan;

2. Melaksanakan pengkajian dan penelitian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta berbagai instrumen internasional yang relevan bagi perlindungan hak-hak asasi perempuan;

3. Melaksanakan pemantauan, termasuk pencarian fakta dan pendokumentasian kekerasan terhadap perempuan dan pelanggaran HAM perempuan, serta penyebarluasan hasil pemantauan kepada publik dan pengambilan langkah-langkah yang mendorong pertanggungjawaban dan penanganan;

4. Memberi saran dan pertimbangan kepada pemerintah, lembaga legislatif, dan yudikatif, serta organisasi-organisasi masyarakat guna mendorong penyusunan dan pengesahan kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, serta perlindungan HAM penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan

5. Mengembangkan kerja sama regional dan internasional guna meningkatkan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan Indonesia, serta perlindungan, penegakan dan pemajuan hak-hak asasi perempuan.

Nilai Dasar

Dalam menjalankan organisasi dan kegiatannya, Komnas Perempuan berpegang pada tujuh (7) nilai dasar:

1. Kemanusiaan – bahwa setiap orang wajib dihargai sebagai manusia utuh yang memiliki harkat dan martabat yang sama tanpa kecuali.

2. Kesetaraan dan keadilan jender – bahwa relasi antara laki-laki dan perempuan pada hakekatnya adalah setara dan segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya organisasi, yang sedang diupayakan terbangun seharusnyalah menjamin tidak terjadi diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan peranantara laki-laki dan perempuan.

3. Keberagaman – bahwa perbedaan atas dasar suku, ras, agama, kepercayaan dan budaya merupakan suatu hal yang perlu dihormati, bahkan dibanggakan, dan bahwakeberagaman yang sebesar-besarnya merupakan kekuatan dari suatu komunitas atau organisasi jika dikelola dengan baik.

4. Solidaritas – bahwa kebersamaan antara pihak-pihak yang mempunyai visi dan misi yang sama, termasuk antara aktivis dankorban, antara tingkat lokal, nasional dan internasional, serta antara organisasidari latar belakang yang berbeda-beda, merupakan sesuatu yang perlu senantiasa diciptakan, dipelihara dan dikembangkan karena tak ada satu pun pihak dapat berhasil mencapai tujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur secara sendiri-sendiri.

5. Kemandirian – bahwa posisi yang mandiri tercapai jika ada kebebasan dan kondisi yang kondusif lainnya bagi lembaga untuk bertindak sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan penegakan hak-hak asasi manusia bagi kaum perempuan tanpa tekanan dan kewajiban-kewajiban yang dapat menjauhkan lembaga dari visi dan misinya.

6. Akuntabilitas – bahwa transparansi dan pertanggungjawaban kepada konstituensi dan masyarakat luas merupakan kewajiban dari setiap institusi publik yang perlu dijalankan melalui mekanisme-mekanisme yang jelas.

7. Anti kekerasan dan anti diskriminasi – bahwa, dalam proses berorganisasi, bernegosiasi dan bekerja, tidak akan terjadi tindakan-tindakan yang mengandung unsure kekerasan ataupun diskriminasi terhadap pihak mana pun.

Peran

1. Pemantau dan pelapor tentang pelanggaran HAM berbasis gender dan kondisi pemenuhan hak perempuan korban;

2. Pusat pengetahuan (resource center) tentang hak asasi perempuan;

3. Pemicu perubahan serta perumusan kebijakan;

4. Negosiator dan mediator antara pemerintah dengan komunitas korban dan komunitas pejuang hak asasi perempuan, dengan menitikberatkan pada pemenuhan tanggung jawab negara pada penegakan hak asasi manusia dan pada pemulihan hak-hak korban;

5. Fasilitator pengembangan dan penguatan jaringan di tingkat lokal, nasional, regional dan internasional untuk kepentingan pencegahan, peningkatan kapasitas penanganan dan penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan.

Pengampu 2014 - 2019

Thaufiek Zulbahary

Dr Dra Budi Wahyuni MM MA

Dr Adriana Venny Aryani

Indraswari

Indriyati Suparno

Mariana Amiruddin SSos M Hum

Irawati Harsono

Khariroh Ali

Magdalena Hemina M Sitorus

Nahe'I MHI

Nina Nurmila

Masruchah

Sri Nurherawati

Saur Tumiur Situmorang

Azriana RM SH

Yuniyanti Chuzaifah

*Update informasi terakhir pada 25 Juli 2019

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan

ARTIKEL POPULER:

Baca: Koalisi Parpol Pendukung Jokowi Pecah? Ini Kata Sekjen PKPI

Baca: Potong Jalan, Sebuah Mobil Tertabrak Kereta hingga Terpental dan Menimpa Motor

Baca: Lalai! Bayi Tewas di Dalam Ember Berisi Air di Penitipan Anak dengan Posisi Tertunduk

TONTON JUGA:

Editor: Tri Hantoro
Video Production: Panji Yudantama
Sumber: TribunnewsWiki

Tags
   #Komnas Perempuan

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved