Rabu, 14 Mei 2025

Terkini Daerah

Ada 5 Warga Dompu yang Menjadi Terpidana Mati, Ajukan Peninjauan Kembali untuk Dapat Keadilan

Senin, 19 September 2022 12:33 WIB
Tribun Lombok

TRIBUN-VIDEO.COM - Karena didakwa lakukan pembunuhan berencana dan memutilasi, 5 warga di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) dijatuhi hukuman mati.

Kasus pembunuhan dan mutilasi ini terjadi pada tahun 2017 lalu dan putusan banding dikeluarkan PT Mataram pada 18 Januari 2018 lalu.

Dari 5 orang terpidana mati ini, 3 orang di antaranya kakak beradik dan ayah, mereka menjadi terpidana hukuman 8 bulan penjara pada kasus yang sama.

Pidana mati ini dijatuhkan Pengadilan Tinggi (PT) Mataram, didakwa telah lakukan mutilasi terhadap Irwan alias Topan dan Imran, warga Desa Bara Kabupaten Dompu.

Baca: 4 Terpidana Mati Dipindahkan dari Manokwari ke Makassar, Ada Hans Koromath hingga Ahmad Yani

Kelima terpidana mati ini yakni, AM alias AN asal Dusun Lapangan, Desa Bara, Kecamatan Woja, Kabupaten Dompu.

Kemudian SY alias RA, warga Dusun Campa, Desa Bakajaya Kecamatan Woja, HE alias RI warga Dusun Campa Desa Bakajaya, Kecamatan Woja.

Selanjutnya, IR warga Dusun Campa Desa Bakajaya Kecamatan Woja dan SU warga Dusun Soriutu Desa Soriutu Kecamatan Manggelewa Kabupaten Dompu.

Selain 5 terdakwa dihukum mati, masih ada 1 terdakwa inisial SU yang diputus dengan hukuman 8 bulan penjara.

SU merupakan ayah dari 3 terpidana mati, yakni IR, HE alias RI dan SY alias RA.

Kini 5 terpidana mati ini akan memperjuangkan nasibnya dengan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).

Penasehat Hukum 5 terpidana mati, Yan Mangandar kepada TribunLombok.com mengungkap, upaya PK akan segera dilakukan untuk 5 kliennya.

Yan mengatakan, vonis mati pada 5 terdakwa berlebihan karena tidak sesuai dengan perbuatan yang dilakukan para terpidana.

Ia mengungkap, sejak dalam persidangan tingkat Pengadilan Negeri (PN) Dompu, kelima kliennya tidak mengakui mutilasi yang tertuang dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

"Mereka dipaksa untuk mengakui, melakukan mutilasi pada dua korban," ungkapnya.

Padahal lanjut Yan, kelima terdakwa hanya mengakui membuang jasad 2 korban ke parit dekat kebun jagung, setelah kedua korban terkena sengatan listrik pada kabel telanjang yang dipasang para terpidana.

"Kalau perbuatan menghilangkan nyawa, diakui karena mereka memasang kabel telanjang yang sebabkan korban tersengat listrik. Tapi kalau memutilasi tidak," tegasnya.

Karena fakta tersebut, akhirnya kelima kliennya tersebut divonis hukuman seumur hidup di tingkat Pengadilan Negeri Dompu.

Akan tetapi hukuman kliennya lebih berat, yakni dijatuhi vonis hukuman mati setelah dilakukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Mataram.

Pada saat proses banding ini, memori banding kliennya disusun oleh orang lain, yang mana isinya jika klien mengaku telah melakukan mutilasi.

Baca: Viral Video Terpidana Mati Teddy Fahrizal Diduga Guyur Napi Pakai Air Got di Lapas, Korban Pasrah

"Mereka ini tidak tahu apa-apa, kalau dalam banding ada pengakuan melakukan mutilasi. Sehingga divonis pidana mati," beber Yan.

Pengacara yang juga aktif mengadvokasi persoalan anak dan perempuan ini mengatakan, selama upaya hukum banding dan kasasi sama sekali tidak diberikan haknya, yakni pendampingan oleh Penasehat Hukum (PH) dari negara.

Harusnya beber Yan, nnegara dalam hal ini hakim tingkat banding dan kasasi mempertimbangkan ketiadaan Pengacara dalam upaya hukum yang dilakukan oleh para Terdakwa.

Kemudian, memeriksa secara lebih teliti fakta-fakta hukum yang terungkap dalam persidangan tingkat pertama.

Bukan malah memperberat hukuman menjadi pidana mati.

"Karena kami menilai ada kekhilafan dan kekeliruan yang nyata, Hakim banding dan kasasi tidak mempertimbangkan fakta yang terungkap dalam persidangan yang tidak sesuai dengan uraian dakwaan. Melainkan terperangkap dalam opini publik dan Berkas Perkara di kepolisian yang dalam persidangan dibantah oleh para Terdakwa," urai Yan.

Atas dasar ini semua, Yan akan mendampingi para terpidana mati tersebut untuk mendapatkan keadilan.

Selain itu, Yan juga mengaku memiliki bukti atau novum baru sehingga pengajuan PK bisa dilakukan.

"Perbuatan menghilangkan nyawa orang lain iya betul. Tapi mutilasi itu tidak dilakukan. Sehingga vonis mati itu kami anggap berlebihan," pungkasnya.

# Dompu # hukuman mati # terpidana mati # mutilasi # Peninjauan Kembali

Baca berita lainnya terkait hukuman mati

Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Kisah 5 Warga Dompu Dijatuhi Hukuman Mati, Kini Berjuang Ajukan PK

Sumber: Tribun Lombok

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved