Kamis, 15 Mei 2025

Terkini Metropolitan

Pembelaan Kolonel Priyanto Tidak Lakukan Pembunuhan Tak Dapat Diterima Secara Hukum, Ini Alasannya

Selasa, 17 Mei 2022 20:26 WIB
TribunJakarta

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUN-VIDEO.COM, CAKUNG - Isi pleidoi Kolonel Inf Priyanto yang menyatakan tidak membunuh sejoli Nagreg karena kedua korban lebih dulu meninggal sebelum dibuang tak dapat diterima hukum.

Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan pembelaan bahwa Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) sudah meninggal sebelum dibuang ke Sungai Serayu tidak berdasar.

Melalui replik atau tanggapan atas pleidoi, Wirdel menjelaskan penentuan kematian seseorang tidak sembarang karena diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2014.

Dalam peraturan tersebut diatur penentuan kematian harus dilakukan di fasilitas kesehatan, dan dilakukan oleh tenaga medis dengan memperhatikan nilai agama, moral, etika, dan hukum.

"Pasal 5 ayat 1 menyebutkan penentuan kematian di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilakukan oleh tenaga medis," kata Wirdel menyampaikan replik di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (17/5/2022).

Baca: Sidang Lanjutan Kolonel Priyanto di Kasus Nagreg, Oditur Militer Bakal Sampaikan Replik atas Pleido

Masih merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 37 tahun 2014, dia menjelaskan bahwa pada Pasal 5 ayat 2 maka tenaga medis yang dapat menentukan kematian diutamakan dokter.

Kemudian dalam Pasal 5 ayat 2 dijelaskan penentuan kematian dalam kasus tidak ada dokter dapat dilakukan perawat dan bidan, dan pada Pasal 6 dilakukan oleh tenaga medis atau tenaga kesehatan lain.

Sementara dalam nota pembelaan tim penasihat hukum Priyanto, Handi dinyatakan meninggal dunia berdasar keterangan Priyanto dan Kopda Andreas Dwi Atmoko, Koptu Ahmad Soleh.

"Hanya karena keterangan terdakwa, saksi dua (Andreas), saksi tiga (Soleh) yang menyebutkan bahwa kedua korban sudah meninggal dunia pada waktu diangkat ke kendaraan Isuzu Panther," ujar Wirdel.

Baca: Kolonel Priyanto Tolak Tuntutan Hukuman Seumur Hidup, Cuma Mau Dipenjara 9 Bulan, Begini Dalihnya

Wirdel menuturkan dakwaan dan tuntutan yang diajukan kepada Priyanto dengan sangkaan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana jo Pasal 55 ayat 1 KUHP berdasar hukum.

Pasalnya berdasar keterangan saksi ahli dan hasil autopsi berupa Visum et Repertum dibuat dokter forensik, Zaenuri Syamsu Hidayat, Handi masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu.

"Bahwa yang berwenang menyatakan seseorang meninggal dunia menurut peraturan menteri kesehatan adalah dokter tenaga medis," tuturnya.

Berdasar hasil autopsi Handi dibuang dalam keadaan pingsan lalu meninggal karena tenggelam di Sungai Serayu karena ditemukan air dan pasir dalam rongga dada saat autopsi.

Baca: Kolonel Priyanto Minta Maaf ke Keluarga Korban Sejoli Ditabrak hingga Tewas

Hal ini yang membuat Oditur Militer menjerat Priyanto dengan Pasal 340 KUHP dengan tuntutan seumur hidup penjara dan pidana tambahan berupa pemecatan dinas dari TNI AD.

"Sehingga keterangan terdakwa, saksi dua, dan saksi tiga yang menyatakan saudara Handi Saputra telah meninggal dunia secara hukum tidak dapat diterima," lanjut Wirdel. (*)

# Kolonel Priyanto # pledoi # Kasus Nagreg # Kasus Tabrak Lari di Nagreg

Editor: Ramadhan Aji Prakoso
Video Production: Putri Anggun Absari
Sumber: TribunJakarta

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved