Local Experience
Karbon, Hutan, dan Harapan, Potret Perlawanan Masyarakat Adat Jambi yang Melestarikan Hutan
Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
TRIBUN-VIDEO.COM - Suasana di Taman Budaya Jambi sore itu terasa berbeda. Dinding-dindingnya bukan hanya menampilkan karya seni, tapi juga potongan kisah nyata yang sunyi, tentang manusia, hutan, dan perjuangan yang tak banyak disorot.
Melalui pameran bertajuk “Karbon, Hutan, dan Harapan”, Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi bersama Pewarta Foto Indonesia (PFI) Jambi menghadirkan 56 karya fotografi yang tak sekadar indah, tapi juga menggugah kesadaran.
Foto-foto ini bukan hasil tangkapan momen biasa. Ia adalah rekaman visual tentang kehidupan masyarakat adat dan hutan adat yang mereka jaga dengan sepenuh hati, dalam diam, dalam senyap.
Menangkap Jejak Sunyi Penjaga Hutan
“Foto-foto ini adalah bentuk penghormatan dan dukungan kami terhadap masyarakat adat yang diam-diam menjaga hutan untuk kita semua,” ucap Irma Tambunan, Ketua PFI Jambi, saat membuka acara.
Tak banyak yang tahu, di balik rimbun hutan Jambi, masih ada masyarakat adat yang bertahan hidup dengan menjaga hutan adat mereka.
Dari pagi hingga senja, dari generasi ke generasi, mereka hidup berdampingan dengan alam, memanen hasil hutan tanpa menebang pohon, menjaga sumber air tanpa mengklaim kepemilikan.
Tujuh Hutan, Tujuh Cerita
Pameran ini mendokumentasikan setidaknya tujuh hutan adat di Jambi, masing-masing dengan cerita dan tantangannya sendiri.
Mulai dari Hutan Adat Serampas di Merangin, hingga Hutan Mangrove di Tanjab Barat, dan Hutan Adat Nenek Limo Hiang Tinggi di Kerinci. Juga Hutan Harapan di perbatasan Jambi-Sumsel yang menjadi simbol harapan terakhir akan ekosistem hutan hujan dataran rendah yang semakin menyempit.
Di balik setiap foto, terselip kehidupan: anak-anak bermain di tepian hutan, ibu-ibu memetik rotan, hingga tetua adat yang dengan khidmat merapal doa di batas hutan, menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Bagi Adi Junaidi, Direktur KKI Warsi, pameran ini adalah cara untuk mengajak publik merefleksikan kembali peran hutan sebagai penyangga kehidupan.
“Hutan itu penyedia udara segar yang kita hirup setiap hari. Tanpa hutan, kita tak bisa bernapas senyaman sekarang,” katanya.
Lebih dari sekadar rangkaian visual, pameran ini merupakan bagian dari acara Desiminasi Buku dan Film Dokumenter “Karbon, Hutan, dan Harapan” yang digelar Sabtu, 5 Juli 2025.
Semua ini disusun sebagai medium edukasi publik atas pentingnya pelestarian hutan adat, bukan hanya bagi masyarakat adat, tetapi untuk kita semua, yang bahkan tinggal di kota sekalipun.
Dari Dokumentasi Menuju Dampak Nyata
Tak hanya mengangkat isu, Warsi juga menunjukkan langkah nyata. Sejak 2018, Dusun Lebak Beringin di Kabupaten Bungo menjadi pionir sebagai Hutan Desa pertama yang mengantongi izin pengelolaan resmi.
Jejaknya kemudian diikuti oleh empat desa lain; Senamat Ulu, Laman Panjang, Desa Buat, dan Sungai Telang, yang membentuk satu lanskap pengelolaan bersama bernama Bukit Panjang Rantau Bayur.
Keberhasilan mereka tak berhenti di legalitas. Hutan desa ini kini menjadi percontohan penerima dana karbon berbasis komunitas, yang pemanfaatannya tak sekadar administratif, tapi benar-benar menyentuh masyarakat, seperti untuk beasiswa pendidikan anak-anak desa.
Irma dan Adi sepakat, menjaga hutan bukan hanya tanggung jawab mereka yang hidup di sekitarnya. Pemanasan global tidak mengenal batas wilayah.
“Jangan tunggu pohon terakhir ditebang, sungai terakhir tercemar, atau ikan terakhir punah baru kita peduli,” tegas Adi.
Lewat pameran ini, FLP dan Warsi ingin membuka mata lebih banyak orang: bahwa di tengah gempuran pembangunan dan perubahan iklim, masih ada penjaga hutan yang setia. Dan mereka tak bisa berjalan sendiri.
Kamera Jadi Senjata
Foto-foto yang terpajang bukan sekadar keindahan lanskap.
Di balik lensa, ada kepekaan pewarta dalam menangkap makna.
Ada keberanian mendokumentasikan kehidupan yang jarang tersorot, dan harapan agar hutan-hutan adat yang tersisa tidak hanya dilihat, tapi juga dihargai dan dijaga.
Pada akhirnya, hutan bukan hanya milik desa. Ia adalah nafas dunia. Dan setiap klik kamera yang memotret perjuangan itu adalah bentuk perlawanan terhadap kepunahan. (*)
Program: Local Experience
Editor Video : Untung Sofa Maulana
#localexperience #wisata #hutan #hutanadat #masyarakatadat #pameran #foto #jambi #tamanbudaya #perlawanan #perjuangan #melestarikan
Video Production: Untung SofaMaulana
Sumber: Tribun Jambi
Local Experience
Rebana Centre dari Desa Bendan Boyolali yang Tembus Pasar Internasional
1 hari lalu
Local Experience
Petualangan Asyik di Taman Jomblo Kota Jambi, Banyak Kuliner dan Permainan
1 hari lalu
Local Experience
UMKM Holla Cake Jadi Rekomendasi Dessert Enak dan Berkualitas di Minahasa Utara
1 hari lalu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.