Kubu Ferdy Sambo Sebut Bharada E Berlindung di Balik Perintah Atasan Agar Bebas dari Hukuman

Editor: Wening Cahya Mahardika

Video Production: Febi Frandika

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUN-VIDEO.COM, JAKARTA - Kubu Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi menyoroti alasan Richard Eliezer Pudihang alias Bharada E yang selalu menyebut tindakannya menembak Brigadir Yosua alias Brigadir J merupakan perintah atasan.

Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Febri Diansyah mengatakan, alasan itu diungkapkan Bharada E untuk mengorbankan orang lain dalam perkara ini.

Padahal dalam, Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Kode Etik Profesi Polri kata Febri, terdapat seruan kalau bawahan wajib menolak perintah atasan yang melanggar norma hukum, agama, dan kesusilaan.

"Jadi sangat aneh kalau ada pihak-pihak yang kemudian berusaha bebas dan mengorbankan pihak lain dengan alasan itu adalah perintah jabatan," kata Febri saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (29/12/2022).

Febri Diansyah memfokuskan alasan dari Bharada E karena menurutnya hal ini merupakan sesuatu yang penting.

Baca: Ferdy Sambo Dinilai Ingin Jadikan Bharada E Aktor Utama Pembunuhan Brigadir J, Persoalkan Status JC

Mengingat dalam perkara ini para terdakwa termasuk kliennya turut dijerat Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, yang mana salah satu bagian dalam pasal itu adalah menyuruh melakukan pembunuhan.

Kata Febri Diansyah, sejatinya dengan adanya pasal itu jangan sampai ada asumsi menyuruh melakukan ini dihubungkan dengan perintah jabatan.

"Disiplin itu bukan berarti mengikuti apa semuanya, yang benar ataupun yang salah. Disiplin harusnya dalam konteks mengikuti yang benar. Jadi sudah benar Perkapolri yang mewajibkan bawahan untuk menolak perintah atasan yang melawan hukum,” kata Febri.

Sebelumnya, peristiwa penembakan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J disebut ahli psikologi forensik berkaitan dengan interaksi antara pemberi dan penerima perintah.

Dalam hal ini, diketahui bahwa pemberi perintah ialah Ferdy Sambo.

Sementara penerima perintah ialah ajudannya, Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.

Dalam interaksi di antara keduanya saat penembakan, Psikolog Forensik, Reza Idragiri Amriel mengungkapkan adanya empat faktor yang harus diperhatikan.

Pertama, adanya kemungkinan seseorang patuh melaksanakan perintah yang salah.

Kedua, adanya kecenderungan kepatuhan yang tinggi bila perintah diberikan oleh seseorang dengan otoritas tinggi.

Baca: 35 Alat Bukti Diserahkan Kubu Sambo ke Majelis Hakim, Dari Foto Bharada E hingga Perayaan Pernikahan

"Jika punya otoritas maka kepatuhan orang yang diperintah akan lebih tinggi," ujar Reza Indragiri di dalam sidang agenda pemeriksaan saksi yang meringankan terdakwa Richard pada Senin (26/12/2022).

Kepatuhan itu disebut Reza akan semakin tinggi jika si pemberi perintah mengenakan pakaian yang menunjukkan otoritasnya.

"Kalau kostum yang dia pakai menunjukkan otoritas tertentu, maka kemampuan dia untuk menekan kepada penerima perintah juga akan semakin tinggi," katanya.

Ketiga, berkaitan dengan tempat suatu perintah diberikan.

Menurut Reza, tingkat kepatuhan si penerima perintah akan berbeda jika diberikan di tempat umum atau bukan.

"Apakah di rumah si pemberi perintah, apakah di kantornya," katanya.

Keempat, posisi si pemberi dan penerima perintah pada saat perintah diberikan.

Jika keduanya berada di dalam satu ruangan yang sama, maka si penerima perintah akan cenderung mematuhi perintah.

"Ketika perintah tembak itu berlangsung, kalau mereka di satu ruangan maka sesuai penelitian, kemungkinan Richard Eliezer itu akan patuh."

Empat faktor yang telah disebutkan itu, menurut Reza diambil dari penelitian Milgran mengenai kepatuhan kepada otoritas.

Dia pun berharap Majelis Hakim untuk mempertimbangkan apakah akan mengunakan penelitian tersebut sebagai referensi atau tidak.

"Itu penelitian Milgran yang coba saya sampaikan kepada Majelis Hakim supaya diterapkan apakah relevan atau tidak," kata dia.

Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir J tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Brigadir J.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuat Maruf, dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada E didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kubu Ferdy Sambo Sebut Bharada E Berlindung di Balik Perintah Atasan Agar Bebas dari Hukuman

 

# Ferdy Sambo # Bharada E # hukuman # Bharada Richard Eliezer # Putri Candrawathi

Sumber: Tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda