Tribunnews WIKI
Pembahasan RUU PKS Ditunda Lagi, Komnas Perempuan: Langkah Mundur bagi Pemenuhan Hak atas Keadilan
TRIBUN-VIDEO.COM – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyayangkan tidak adanya itikad baik dari DPR untuk membahas Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Padahal, masa tugas DPR RI periode 2-14-2019 kan berakhir pada 1 Oktober 2019.
Bahkan, pembentukan Tim Khusus untuk Pembahsan RUU PKS yang rencananya akan dilakukan pada Rabu (25/9/2019) dibatalkan secara mendadak.
“Dengan ini dapat dikatakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual selama hampir tiga tahun mangkrak di Komisi VIII DPR RI,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Azriana Manalu, dalam keterangan tertulis yang diterima TribunnewsWiki, Minggu (29/9/2019).
Lebih lanjut, Komnas Perempuan mengingatkan kepada Komisi VIII DPR RI yang sudah ditunjuk oleh Sidang Paripurna DPR RI untuk membahas RUU ini sejak tahun 2017.
RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sendiri merupakan inisiatif DPR dan draf RUU tersebut dirancang dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam hal ini pendamping korban Forum Pengada Layanan (FPL), komunitas korban, kelompok akademisi dan agama, bersama dengan Komnas Perempuan.
Mangkraknya pembahasan RUU PKS juga dinilai mencerminkan rendahnya kepedulian terhadap ribuan korban kekerasan seksual.
“Bukan saja menunjukkan buruknya kinerja Komisi VIII Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, tapi juga memperlihatkan rendahnya kepedulian terhadap ribuan korban kekerasan seksual di Indonesia,” lanjut Azriana.
Komnas Perempuan juga mengkritisi alasan penundaan yang dilontarkan oleh Ketua Panja RUU PKS dan Ketua DPR RI bahwa waktu yang tersedia terlalu pendek.
Menurutnya hal itu merupakan bentuk pengabaian perlindungan bagi korban kekerasan seksual dan berkontribusi pada impunitas pelaku kekerasan seksual.
Komnas Perempuan juga menyesalkan besarnya anggaran belanja yang sudah dihabiskan oleh Panja Komisi VIII RUU PKS untuk melakukan berbagai studi banding ke Kanada dan Prancis.
“Namun studi banding tersebut tidak berdampak pada kemajuan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” lanjutnya.
Padahal, menurutnya, dana sebesar itu seharusnya bisa lebuh bermanfaat jika digunakan untuk layanan visum gratis bagi para korban kekerasan seksual yang sampai saat ini belum mampu disediakan negara.
Padahal, RUU PKS ini merupakan aturan yang sudah lama dinanti oleh masyarakat, terutama oleh korban kekerasan seksual dan keluarganya.
Jika melihat Catatan Tahunan Komnas Perempuan, sejak RUU PKS ditetapkan sebagai inisiatif DPR pada 2016, hingga Desember 2018 tercatat sebanyak 16.943 perempuan telah menjadi korban kekerasan seksual.
Sedangkan data statistik kriminal BPS tahun 2018 menunjukkan setiap tahun rata-rata terjadi sebanyak 5.327 kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi.
Celakanya, Forum Pengada Layanan (FPL) menemukan hanya 40% kasus kekerasan seksual yang dilaporkan ke polisi.
Tidak hanya itu, dari 40%, ternyata hanya 10% yang berlanjut ke pengadilan.
“Terbatasnya pengaturan tentang kekerasan seksual dalam KUHP baik aturan materil maupun formil, menjadi penyebab utama 90% dari kasus kekerasan seksual tidak dapat diteruskan ke pengadilan,” ujar Azriana.
Karena itu, RUU PKS yang didalamnya mengatur sembilan jenis kekerasan seksual yang tidak diatur dalam KUHP dianggap sangat mendesak untuk segera disahkan.
Sebagai informasi, di dalam RUU PKS ini memuat hukum acara yang dapat membantu penegak hukum membuktikan kekerasan seksual, melindungi hak-hak korban dan keluarganya, serta mengatur pencegahan kekerasan seksual.
“Penundaan pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual akan semakin menjauhkan korban dari pemenuhan rasa keadilan,” lanjut Azriana.
Karena itu, melihat kebutuhan akan RUU PKS yang sudah sangat mendesak, Komnas Perempuan mendesak agar Panja Komisi VIII DPR RI melanjutkan pembahasan RUU PKS bersama Panja Pemerintah, setidaknya pembahasan judul, definisi, dan sistematika RUU PKS.
Baca: RUU PKS Tak Kunjung Disahkan, DPR Dinilai Tak Peduli Isu Kekerasan Seksual
Komnas Perempuan juga meminta supaya DPR tidak lagi mengulur-ulur waktu pembahasan RUU PKS.
“Menghentikan sikap mengulur-ulur waktu pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan memanfaatkan penolakan dari segelintir orang terhadap RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujar Azriana.
Komnas Perempuan juga meminta kepada seluruh korban, keluarga korban, dan pegiat hak-hak korban kekerasan seksual untuk terus memantau dan mendokumentasikan kinerja Anggota DPR RI dalam pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini.
“Sebagai catatan sejarah bangsa dalam perjuangan penghapusan kekerasan seksual di Indonesia,” pungkasnya.
(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)
Artikel ini telah tayang di TribunnewsWiki dengan judul: Pembahasan RUU PKS Ditunda Lagi, Komnas Perempuan: Langkah Mundur bagi Pemenuhan Hak Atas Keadilan
ARTIKEL POPULER:
Baca: PKS Beberkan Kriteria Calon Wali Kota Solo Ideal Yakni Muda dan Entrepreneur, Mengarah ke Gibran?
Baca: Gerakan 20 September, Unjuk Rasa di DPR Tolak RUU PKS
Baca: Legislator PKS Yakin Komisioner Baru KPK Berkomitmen Tinggi dalam Upaya Pemberantasan Korupsi
TONTON JUGA:
Video Production: Panji Yudantama
Sumber: TribunnewsWiki
Selebritis
Kuasa Hukum Baim Wong Beri Pesan ke Komnas Perempuan, Singgung Laporan dari Paula Verhoeven
6 hari lalu
Selebritis
Resmi Cerai dari Baim Wong, Paula Verhoeven Diduga Alami 4 Bentuk KDRT, Lapor ke Komnas Perempuan
Jumat, 2 Mei 2025
Tribunnews Update
Dokter RSHS Bandung Perkosa Anak Pasien, Komnas Perempuan Tegaskan Korban Berhak Lakukan Aborsi
Sabtu, 12 April 2025
Tribunnews Update
LIVE: Komnas Perempuan Sebut Korban Pemerkosaan Residen RSHS Berhak Aborsi: Sebelum 14 Minggu
Sabtu, 12 April 2025
Viral News
Kebakaran Gedung Bakamla Diduga Akibat Renovasi di Lantai 6, Teralis Meleleh hingga Kaca-kaca Pecah
Minggu, 29 September 2024
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.