Rabu, 14 Mei 2025

Tribunnews WIKI

Profil Letjen TNI (Purn) Jamin Ginting Suka - Pahlawan Nasional

Selasa, 6 Agustus 2019 17:42 WIB
TribunnewsWiki

TRIBUN-VIDEO.COM – Letjen TNI (Purn) Jamin Gintings (ada juga yang menulis Djamin Ginting atau Djamin Gintings) merupakan seorang pahlawan nasional yang berasal dari Karo, Sumatera Utara.

Jamin Gintings dianugerahi sebagai seorang pahlawan nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 7 November 2014.

Jamin Gintings dinilai memiliki kontribusi besar bagi negara dalam penumpasan gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).

Jamin Gintings merupakan pahlawan nasional dengan latar belakang militer, pangkat terakhirnya adalah Letnan Jenderal atau Letjen.

Kehidupan Pribadi

Letjen TNI (Purn) Jamin Gintings lahir di Desa Suka, Tiga Panah, Karo, Sumatera Utara pada 12 Januari 1921.

Nama lengkapnya sebenarnya Jamin Ginting Suka, namun di kemudian hari ia lebih suka menyingkat namanya menjadi Jamin Gintings.

Ayah Jamin Gintings bernama Lantak Ginting Suka, sedangkan ibunya bernama Tindang Br Tarigan.

Jamin Gintings menikah dengan seorang perempuan bernama Likas Tarigan.

Dari pernikahan itu, Jamin Gintings dan Likas dikaruniai lima orang anak yang bernama Riemenda Jamin Gintings, Riahna Jamin Gintings, Sertamin Jamin Gintings, Serianna Jamin Gintings, serta Enderia Pengarapen Jamin Gintings.

Jamin Gintings menghembuskan napas terakhir pada usia 53 tahun pada 24 Oktober 1974 pukul 15.30 waktu setempat.

Jamin Gintings tidak meninggal di Indonesia, melainkan di Ottawa, Kanada karena menderita penyakit darah tinggi.

Sebelumnya, pada 1972, pemerintah mengirimkan Jamin Gintings ke Kanada sebagai Duta Besar Berkuasa Penuh Indonesia dengan pangkat letnan jenderal.

Istri Jamin Gintings, Likas Tarigan, menggambarkan penugasan di Kanada sebagai masa kelabu dalam hidup suaminya.

Sebagai tentara, Jamin Gintings agak tak ikhlas menerima tugas sebagai duta besar dan berharap kembali ke Indonesia, namun ternyata di situlah ujung pengabdiannya.

Jenazah Jamin Gintings diberangkatkan ke Jakarta dari Ottawa dan kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Riwayat Pendidikan dan Karier

Tidak banyak diketahui terkait riwayat pendidikan Jamin Gintings.

Namun setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya, Jamin Gintings kemudian mengikuti pendidikan calon perwira Giyugun di Siborong-borong pada 1942, sebuah pendidikan militer sukarela.

Setamat dari sana, Jamin Gintings kemudian ditugaskan sebagai Komandan Peleton Istimewa di Sumatera Giyugun Blangkejeren dan merekrut para pemuda Gayo.

Sebelum bertugas di sana, Jamin Gintings sebenarnya sempat ditugaskan di Pangkalan Brandan sebagai komandan pengawal.

Setelah dipindah ke Blangkejeren, Jamin Gintings menjadi komandan Kompi Istimewa Giyugun dan merupakan satu-satunya perwira pribumi.

Ketika masa pendudukan Jepang berakhir, Jamin Gintings kemudian menjadi komandan battalion TKR di Kabanjahe.

Jamin Gintings terlibat dengan banyak palagan saat memegang wilayah perang di Tanah Karo, Langkat, Deli Serdang dan Aceh Tengah selaku Komandan Resimen I Divisi X.

Di wilayah tersebut, kerap terjadi kontak senjata antara pasukannya dengan pasukan Belanda di tengah hutan dan dalam situasi mengungsi.

Setidaknya ada dua pertempuran yang dilewati Jamin Gintings di sana, pertempuran Titi Bambu dan pertempuran Mardinding.

Pertempuran Titi Bambu berlangsung pada 21 Agustus 1947 ketika pasukan Kompi Markas Resimen I yang hendak menyeberang Sungai Wampu dibantai oleh tentara Belanda.

Sedangkan pertempuran yang terjadi di Bukit Mardinding terjadi pada 28 Desember 1948 ketika pasukan Batalion XV menyerang basis Belanda dengan taktik gerilya.

Tujuh orang pasukannya gugur, termasuk komandan Kompi Seksi II Letnan Kadir Saragih.

Di pihak Belanda, delapan orang tewas berikut dua orang tawanan.

Atas prakarsa Jamin Gintings, untuk mengenang pertempuran berdarah itu, nama Bukit Mardinding kemudian diganti menjadi Bukit Kadir.

Selama menjadi komandan resimen, Jamin Gintings terkenal dengan sapaan “Pak Kores”, yang berarti Pak Komandan Resimen.

Begitu melekatnya panggilan itu, meski kemudian Komandan Resimen sudah diganti Komandan Brigade, namun panggilan Pak Kores tetap melekat pada dirinya.

Ketika gerakan PRRI menyatakan perlawanan kepada pemerintah pusat, kegalauan sempat menyelimuti batin Jamin Gintings.

Saat itu, Divisi Bukit Barisan dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolon sedangkan Jamin Gintings menjadi kepala stafnya.

Hampir sebagian besar perwira daerah bergolak untuk mendukung PRRI.

Jamin Gintings, menurut Tengku Nurdin, perwira Bukit Barisan yang ketika itu menjadi atase militer di Singapura, semula seturut dengan Simbolon.

Namun di tengah jalan, Jamin Gintings kemudian berbalik arah, padahal dialah yang mengajak Nurdin untuk mendukung PRRI.

Jamin Gintings kemudian memutar haluan, terutama setelah menerima perintah dari Jakarta untuk mengambil alih komando Bukit Barisan.

Pemerintah pusat kemudian mendaulat Jamin Gintings sebagai panglima menggantikan Simbolon yang terpaksa mengundurkan diri ke Tapanuli, kawasan basis Batak Toba.

Jabatan panglima disandangnya sejak 27 Desember 1956 hingga 4 Januari 1961.

Meski bertugas di daerah, namun Jamin Gintings termasuk panglima yang menonjol.

Pada 1962, Menteri Panglima AD, Letjen Ahmad Yani menariknya ke Jakarta untuk mengisi pos asisten II bidang operasi dan latihan.

Jamin Gintings merupakan satu dari dua orang yang dekat dengan Nasution selain Sokowati yang kemudian dipilih oleh Ahmad Yani menjadi asistennya.

Dipilihnya Jamin Gintings terutama karena loyalitasnya terhadap Presiden Soekarno, hal itu menutupi kekurangan Jamin Gintings yang dianggap kurang intelek.

Memasuki era Orde Baru, karier Jamin Gintings mulai meredup di bawah kepemimpinan Soeharto.

Hal ini karena Jamin Gintings merupakan orang yang tidak mudah turut dalam grup Soeharto, sehingga membuatnya kurang disukai.

Karena itu, posisinya di Staf Umum AD kemudian digantikan oleh Soemitro.

Di bidang politik, Jamin Gintings juga sempat menjadi anggota DPR dari Golonga Karya (Golkar).

Pada 1972, pemerintah mengirimkan Jamin Gintings ke Kanada sebagai Duta Besar Berkuasa Penuh Indonesia dengan pangkat letnan jenderal.

Hal itu sebenarnya kurang disukai oleh Jamin Gintings yang notabene adalah seorang militer.

Di sana ia menderita darah tinggi hingga meninggal di usianya yang ke 53 tahun pada 24 Oktober 1974.

Jamin Gintings dimakamkan di TMP Utama Kalibata, Jakarta Selatan dan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada 2014.

Jamin Gintings merupakan pahlawan nasional ketujuh dari Sumatera Utara setelah T. Muhammad Hasan, Sisingamangaraja, Adam Malik, Abdul Haris Nasution, Kiras Bangun, dan F.L. Tobing.

Saking besarnya Jamin Gintings di Sumatera Utara, Pemerintah Kota Karo mengabadikan namanya pada satu jalan.

Begitu pula Pemerintah Kota Medan, yang menamai sebuah jalan layangnya Jamin Ginting.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

ARTIKEL POPULER:

Baca: Profil DI Panjaitan - Pahlawan Revolusi

Baca: Profil Sayuti Melik - Pahlawan Nasional

Baca: Profil Prof. Dr. Moestopo - Pahlawan Nasional

TONTON JUGA:

Editor: Alfin Wahyu Yulianto
Video Production: Panji Yudantama
Sumber: TribunnewsWiki

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved