Senin, 12 Mei 2025

Profil

Profil Raden Ajeng Kartini - Pejuang Emansipasi Wanita

Rabu, 22 Mei 2019 16:15 WIB
Tribunnews.com

TRIBUN-VIDEO.COM - Kartini lahir dari keluarga bangsawan, karena itu di depan namanya ia menggunakan gelar Raden Adjeng.

Gelar tersebut dipakai untuk seorang putri bangsawan sebelum menikah, sedangkan setelah menikah, maka gelar yang digunakan adalah Raden Ayu.

Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah Bupati Jepara. Sedangkan ibunya, M. A. Ngasirah merupakan salah satu selir R. M. Sosroningrat. M. A. Ngasirah sendiri merupakan anak seorang kiai di Telukawur, Kota Jepara.

Pada 8 November 1903, ketika usianya 24, Kartini dinikahkan dengan K. R. M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.

Ia adalah seorang bangsawan sekaligus Bupati Rembang yang telah memiliki tiga orang istri.

R. A. Kartini memiliki seorang anak bernama Soesalit Djojoadhiningrat yang lahir pada 13 September 1904.

Hanya beberapa hari setelah melahirkan Soesalit, Kartini menghembuskan napas terakhir pada 17 September 1904.

Ia disemayamkan di sebuah pemakaman yang kini dinamai Makam R. A. Kartini di Jl. Raya Rembang - Blora, Bulu, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.

Riwayat Pendidikan

Kartini mengenyam pendidikan dasar di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah Belanda untuk anak-anak Indonesia.

Murid-murid di sekolah ini rata-rata adalah anak bupati, bangsawan, anak Belanda, atau anak-anak keturunan Belanda-Indonesia.

Sementara anak-anak orang biasa tidak diizinkan untuk sekolah di sekolah tersebut.

Namun ketika Kartini berusia 21 tahun dan meminta untuk melanjutkan sekolah ke HBS, ayahnya menolak keras.

Bagi Sosroningrat, tujuan menyekolahkan seorang anak perempuan tidak lebih dari supaya mereka menjadi seorang Raden Ayu (istri) yang baik, yang bisa berbahasa Belanda, mengenal tata cara Belanda, serta dapat menerima tamu orang-orang Belanda. (1)

Oleh karena itu pendidikan di ELS bagi Sosroningrat sudah cukup bagi seorang anak perempuan seperti Kartini.

Apalagi usianya saat itu sudah seharusnya menjalani masa pingitan, sesuai dengan adat istiadat yang berlaku. Tidak bebas lagi keluar rumah dan gerak-geriknya dibatasi.

Riwayat Karier

Sejak sekolah di ELS, Kartini sudah sangat hobi membaca. Kegemarannya membaca mendapat dukungan dari ayahnya ketika ia dipingit dengan membelikannya buku-buku dan majalah.

Di usiannya yang ke 20, ia bahkan banyak membaca buku-buku karya Louis Coperus yang berjudul De Stille Kraacht, karya Van Eeden, Augusta de Witt.

Kartini juga membaca berbagai roman beraliran feminis yang kesemuanya berbahasa Belanda. Ia juga membaca karya-karya Multatuli.

Dari berbagai buku, majalah, dan surat kabar Eropa itulah, Kartini mulai tertarik dengan cara pikir perempuan Eropa.

Dari situ ia mulai berpikir untuk memajukan perempuan-perempuan pribumi kala itu. Sebab saat itu di pikirannya, kedudukan wanita pribumi masih jauh tertinggal atau memiliki status sosial yang cukup rendah kala itu. (2)

Kartini juga mulai aktif menulis. Tulisannya beberapa kali juga sempat dimuat dalam majalah De Hollandsche Lelie.

Dari hobinya membaca, wawasan dan pemikiran Kartini semakin terbuka. Ia mulai mengetahui buruknya sistem kepegawaian dan Pendidikan yang dijalankan pemerintah.

Hal ini ia ungkapkan dalam suratnya kepada sahabatnya, Stella Seehandelar. Kartini mengungkapkan rasa jengkelnya terjadap pemerintah yang kurang memperhatikan dunia Pendidikan.

Kartini menuduh pemerintah sengaja membatasi Pendidikan untuk rakyat karena takut nanti tidak ada lahi orang yang mengerjakan sawah dan ladang.

Kartini juga memiliki keyakinan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan sebagai mahluk yang sama, hanya bentuknya yang berbeda.

Karena itu, kedudukan mereka tidak boleh dibeda-bedakan. Kartini yakin bahwa perempuan memiliki peranan penting dalam kehidupan suatu bangsa.

Kartini terus berusaha memperdalam pengetahuannya. Ia berkenalan dengan Ny. Ovink Westenenk, adik Residen Jepara. Kepada Ovink, Kartini belajar melukis.

Kartini juga berkenalan dengan Ny. Pvink Soer yang banyak menulis cerita anak-anak. Kartini memiliki cita-cita menjadi guru dan mendirikan sekolah untuk gadis-gadis di Indonesia.

Hal ini ia ungkapkan kepada Mr. J. H. Abendanon, direktur pengajar ketika pejabat itu datang ke Jepara.

Kartini sempat mengutarakan keinginannya untuk sekolah ke Jakarta kepada Abendanon.

Sambil menunggu jawaban atas keinginannya tersebut, Kartini mendirikan sekolah untuk para gadis di Jepara.

Muridnya tidak banyak, hanya kerabat dan teman-temannya. Mereka diajari menjahit, memasak, menyulam, dan Bahasa Jawa.

Sekolah tersebut berjalan dengan lancar dan membuat Kartini senang. Namun hal tersebut tidak berlangsung lama, karena Kartini dinikahkan dengan seorang Bupati Rembang beristri tiga, K.R.M. Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat.

Sebelum pernikahan itu berlangsung, pada 7 Juli 1903, datang surat dari Pemerintah Belanda yang mengabulkan permintaan Kartini untuk sekolah ke Eropa. Kartini memperoleh beasiswa sebesar 4.800 gulden.

Namun Kartini sudah telanjur menerima lamaran Djojo Adhiningrat, sehingga tidak memungkinkannya untuk berangkat.

Akhirnya ia mengusulkan kepada pemerintah supaya melimpahkan beasiswa itu kepada seorang pemuda yang terkenal cerdas, Agus Salim.

Tiga bulan kemudian, Kartini sudah harus ikut calon suaminya ke Rembang. Mereka kemudian menikah pada 8 November 1903.

Setelah menikah, Kartini mendirikan sekolah untuk anak-anak perempuan di rumahnya. Suaminya mendukung.

Kegiatan belajar mengajar itu dipimpin oleh seorang perempuan Belanda. Ia juga mendatangkan para pengukir kayu dari Jepara untuk sekolah pertukangan bagi anak laki-laki.

Penderitaan datang ketika Kartini yang sedang hamil muda mengetahui suaminya memelihara dua orang gundik (pelacur). Sejak saat itu, Kartini tak lagi menulis surat, memilih menyendiri, menolak untuk tidur bersama suami sebagai bentuk perlawanannya. (3)

Kartini kemudian jatuh sakit. Di tengah kondisinya yang sedang sakit, Kartini melahirkan seorang anak laki-laki yang dinamainya Soesalit Djojoadhiningrat.

Sayangnya hanya berselang beberapa hari, Kartini meninggal dunia pada 17 September 1904.

Perjuangannya kemudian dilanjutkan oleh generasi sesudahnya. Pada 1912, berdirilah sekolah Wanita oleh Yayasan Kartini di Semarang, kemudian meluas ke Surabaya, Yogyakarta, Malang, Madiun, Cirebon, dan daerah lainnya.

Sekolah tersebut kemudian dinamai “Sekolah Kartini”, untuk menghormati jasa-jasanya. Yayasan Kartini sendiri dimiliki oleh keluarga Van Deventer, seorang tokoh Politik Etis era kolonial Belanda.

Pada 1911, buku berjudul “Door Duisternis tot Licht” atau Dari Kegelapan Menuju Cahaya, yang merupakan kumpulan dari surat-surat R. A. Kartini.

Buku itu terbit berkat J. H. Abendanon, Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda saat itu yang telah mengumpulkan surat-surat Kartini.

Tulisan Kartini kemudian menginspirasi banyak tokoh Indonesia saat itu, salah satunya W. R. Soepratman yang kemudian menciptakan lagu “Ibu Kita Kartini”.

Pada 2016, kisah Kartini juga difilmkan dalam film yang berjudul “Surat Cinta Kartini”. Pada 2017, kishnya difilmkan kembali dengan judul “Kartini”.

Film tersebut disutradarai oleh Hanung Bramantyo, sedangkan tokoh Kartini diperankan oleh Dian sastrowardoyo.

Namanya kemudian diabadikan sebagai Pahlawan Nasional setelah Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 108 tahun 1964 tanggal 12 Mei 1964. Tidak hanya itu, taggal lahirnya, 21 April juga menjadi hari besar yang selalu diperingati setiap tahun.

Buku-buku R.A Kartini

Habis Gelap Terbitlah Terang

Surat-surat Kartini, Renungan Tentang dan Untuk Bangsanya

Letters from Kartini, An Indonesian Feminist 1900-1904

Panggil Aku Kartini Saja (Karya Pramoedya Ananta Toer)

Kartini Surat-surat kepada Ny RM Abendanon-Mandri dan suaminya

Aku Mau … Feminisme dan Nasionalisme. Surat-surat Kartini kepada Stella Zeehandelaar 1899-1903.

(TribunnewsWIKI/Widi)

ARTIKEL POPULER

Cara Cek Saldo BPJS Ketenagakerjaan dari HP Melalui Aplikasi BPJSTKU, Bisa Kapan Pun dan di Mana Pun

Cara Cek Nomor Telkomsel di HP

Cara Cek Nomor Indosat di HP

TONTON JUGA:

Editor: Sigit Ariyanto
Sumber: Tribunnews.com

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved