Kilas Peristiwa
Nicholas Maduro Lawan Amerika Serikat, Saat Hasil Pemilu Bikin Situasi di Venezuela Makin Panas
Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
TRIBUN-VIDEO.COM - KPU Venezuela mengumumkan hasil pemilihan terbaru negara itu.
Yang hasilnya, Nicholas Maduro mendapatkan kemenangan 51,2 persen atas tokoh oposisi Edmundo Gonzales Urrutia yang hanya memperoleh 44,2 persen.
Dengan begitu, Maduro dengan demikian untuk ketiga kalinya memenangkan Pemilu, dan mempertahankan posisinya sebagai Presiden Venezuela.
Sambutan hangat juga disampaikan negara-negara di dunia atas kemenangan Maduro.
Sebut saja, Brazil, Kolombia, Rusia, China, India, Arab Saudi, Afrika Selatan, Iran, Irak, dan Indonesia.
Hanya saja, Amerika Serikat, menolak hasil ini.
Washington mengakui tokoh oposisi, Edmundo Gonzales Urrutia, sebagai pemenangnya.
Sikap Amerika Serikat ini dinyatakan Menteri Luar Negeri Antony Blinken.
Argentina, Uruguay, Peru, dan Kostarika menyatakan sikap senada dengan Washington.
APA YANG SEBENARNYA TERJADI DI VENEZUELA?
Sejak lama, sejak ketika Hugo Chaves memimpin Venezuela, Amerika Serikat berusaha keras mendongkel tokoh Bolivarian yang sangat popular itu.
Washington, sejak era Presiden Bill Clinton hingga Presiden Joe Biden saat ini, merasa Hugo Chavez dan penggantinya, Nicholas Maduro, adalah duri dalam daging politik hegemoniknya di Amerika Selatan.
Sejak bertahun-tahun silam, kebijakan Gedung Putih trhadap Venezuela pun bertentangan.
Washington menghendaki pemerintahan Venezuela yang patuh dan bersedia memenuhi segala arah kebijakan Amerika Serikat.
Sementara, Venezuela sendiri adalah negara ketiga di dunia yang memiliki cadangan minyak terbesar di dunia setelah Kanada dan Arab Saudi.
Hugo Chavez lantas mencoba meminta keadilan atas penguasaan migas negaranya, dan mengancam akan menasionalisasi eksplorasi minyak dari perusahaan asing.
Inilah situasi yang memaksa Washington menekan, mengintimidasi, dan memaksa Venezuela agar patuh.
Mereka mendanai kekuatan oposisi untuk mendongkel Chavez dan kelompok kirinya.
Dari sini, Kita bisa pahami, Amerika Serikat begitu bernafsu dan menghendaki Venezuela patuh dan taat pada agenda mereka persoalan tentang minyak bumi.
DESTABILISASI POLITIK DI VENEZUELA
Situasi politik di Vanezuela pernah memanas yang terang-terangan dilakukan aktor dan kekuatan asing lewat kelompok oposisi dan elemen-elemen militer.
Hugo Chaves pada 12 April 2002 dipaksa lengser dari jabatan Presiden akibat tekanan sebagian jenderal-jenderal utamanya.
Tapi kudeta elite itu dilawan para perwira menengah militer Venezuela. Jaksa Agung Venezuela juga menentangnya, dan rakyat jelata Venezuela tetap mendukung Hugo Chavez.
Hugo Chaves sempat ditahan oleh para jenderalnya di Pulau La Orchilla.
Setelah melewati krisis menegangkan, Chaves akhirnya bisa kembali ke Istana Miraflores dan terus memimpin.
Pada 5 Maret 2013, Wakil Presiden Nicholas Maduro mengumumkan kematian Hugo Chavez, yang misterius.
Dari sana, kepemimpinan Hugo Chaves, dilanjutkan Maduro.
Sejak itu Maduro dan Venezuela tak pernah berhenti mendapatkan gangguan politik dan keamanan.
Apa yang terjadi di Venezuela ini sejalan dengan taktik perubahan atau penggantian rezim yang menjadi doktrin kebijakan luar negeri Amerika Serikat lewat operatornya termasuk CIA.
TEKAD MADURO MELAWAN KEBIJAKAN WASHINGTON
Kini, Maduro kembali mendapatkan tekanan hebat dari Washington, dan ia membuat langkah mengejutkan yang selama ini belum pernah ia kemukakan.
Maduro bertekad akan mengalihkan hak pengembangan ladang minyak dan gasnya yang luas yang saat ini dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan energi Amerika kepada entitas-entitas negara-negara BRICS.
Sebut saja, Brasil, Rusia, India, dan Tiongkok sebelum kemudian menambahkan Afrika Selatan dan, pada awal tahun ini, Mesir, Ethiopia, Iran, dan Uni Emirat Arab.
Lampu merah dari Nicolas Maduro itu bisa berarti para elite Washington dan raksasa migas Amerika akan berkompromi dengan Caracas.
Atau sebaliknya, para elite Amerika melanjutkan sabotasenya hingga Maduro hancur, seperti yang dialami Muammar Khadafy di Libya dan Saddam Husein di Irak.
MAMPUKAH MADURO BERTAHAN?
Kekacauan politik di Venezuela adalah buah dari doktrin perubahan rezim lewat destabiliasi politik dan keamanan yang dijalankan mesin-mesin kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat.
China, Rusia, dan Iran, adalah kekuatan inti BRICS, dan mereka telah menyambut hangat kemenangan Nicholas Maduro.
Peta geopolitik global kini semakin jelas.
Gagasan memindahkan eksplorasi minyak Venezuela ke perusahaan migas negara-negara BRICS pasti akan jadi pukulan telak bagi Washington.
Pukulan yang sekali lagi memperlihatkan politik hegemoni ala Amerika Serikat dan sekutunya, perlahan-lahan roboh. (*)
Program: Kilas Peristiwa
Host: Nila Irda
Reporter : Krisna Sumarga
Editor Video: Januar Imani Ramadhan
Reporter: Nila
Video Production: Januar Imani Ramadhan
Sumber: Tribun Video
Tribunnews Update
Amerika Serikat Janji Tak akan Ikut Campur Konflik India dan Pakistan: Bukan Urusan Kami
1 hari lalu
Tribun Video Update
AS Batalkan Tuntutan Normalisasi dengan Israel dalam Perundingan Nuklir Saudi, Tak Jadikan Prasyarat
1 hari lalu
Tribun Video Update
Bukan Diserang Houthi, Jet Tempur AS Tercebur di Laut Merah seusai Gagal Mendarat di Kapal Nuklir
3 hari lalu
Tribun Video Update
Beda dengan PM Netanyahu, Presiden AS Trump Sebut Sandera Israel yang Masih Hidup Sisa 21 Orang
3 hari lalu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.