Kamis, 15 Mei 2025

LIVE UPDATE

Mantan Napi Teroris Beberkan Tujuan Terduga Teroris di Sleman, Cenderung Menargetkan Kantor Aparat

Senin, 23 Januari 2023 14:12 WIB
Tribun Jogja

TRIBUN-VIDEO.COM - Mantan narapidana terorisme (napiter), Muhammad Sofyan Tsauri , mengapresiasi keberhasilan Densus 88 Antiteror Polri yang berhasil mengamankan pria terduga teroris berinisial AW di Pandowoharjo, Sleman , Minggu (22/2/2023).

Sofyan alias Abu Ahyas yang dulunya sempat bergabung dengan jaringan Al-Qaeda Asia Tenggara dengan kamp di Aceh ini mengatakan, pola aksi teror dulu dan sekarang tidak banyak berbeda.

Termasuk perekrutan para jemaah yang akan tergabung dalam aksi terorisme tertentu.

AW sendiri diketahui terafiliasi dengan Islamic State of Iraq Syria ( ISIS ).

Sofyan pun mencoba membeberkan tujuan dari AW merakit bahan peledak yang menjadi alat bukti pada penangkapan Minggu (22/1/2023).

Sebagaimana yang ia ketahui, jaringan terorisme Indonesia yang terafiliasi dengan ISIS yakni Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Baca: Terduga Teroris yang Ditangkap di Sleman Ternyata Niat Lakukan Teror Menggunakan Bahan Peledak

"Jadi kelompok-kelompok yang terafiliasi dengan JAD, mereka cenderung (menargetkan) kepada misalnya kantor polisi. Simbol-simbol negara gitu aja. Enggak ada perbedaan aksi terorisme dan sebagainya. Targetnya itu aja," ujarnya.

Terkait sasaran terduga teroris AW dalam upaya melancarkan aksi terornya, Sofyan menduga ia hendak menyerang kantor polisi atau simbol negara lainnya.

"Kalau JAD kita bisa indikasikan kalau enggak ke kantor polisi atau rumah ibadah, ya. Mereka cuma berputar di situ-situ aja. Tapi kita nunggu penyidikan bom itu dirakit untuk apa nanti. Tapi biasanya yang teraviliasi ISIS itu-itu aja. Kalau enggak simbol negara kantor polisi atau lainnya," urainya.

Jika kelompok ISIS menyerang simbol negara, lain halnya dengan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) yang cenderung menyerang simbol-simbol negara barat.

Beberapa contohnya yakni Bom Bali, Bom JW Mariot dan Ritz Calrton, serta gedung Kedubes Australia.

"Hampir enggak ada perbedaan. Cuma perbedaan di kalangan kelompok JI di 2000-an yaitu yang kita sebut sebagai musuh dekat, musuh jauh. JI lebih cenderung kepada musuh-musuh jauh yaitu simbol-simbol barat asing dan sebagainya," ucap Sofyan menerangkan.

Untuk pola rekruitmen jemaah, dia menilai sejak dulu sudah menggunakan saluran-saluran media sosial, seperti WhatsApp, Facebok, Telegram, dan lainnya.

Revisi UU Nomor 15 Tahun 2003 menjadi UU nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi payung hukum kepolisian untuk melakukan aksi-aksi pencegahan atau penggagalan aksi terorisme .

Menurutnya, berhasilnya pelaku ditangkap sebelum melakukan aksi merupakan sebuah kemajuan.

"Jadi bagaimana mencegah agar bom itu tidak meledak. Dahulu meledak dulu baru bisa ditingkap. Sekarang kita bisa tangkap sebelum orang melakukan aksi terorisme . Nah, ini kemajuan yang cukup bagus menurut saya," kata Sofyan.

Sofyan menjelaskan, karena hal itulah aparat penegak hukum dalam melindungi korban serta melakukan pencegahan lebih dini.

Kendati demikian, Sofyan mengatakan jika terorisme akan selalu ada dan sangat relevan sampai kapan pun.

"Bukannya apa-apa, karena memang bukan hanya Indonesia saja ancaman teroris itu ada, tapi di seluruh dunia juga terancam aksi-aksi seperti ini. Kalau ada yang mengatakan ini adalah konspirasi dan sebagainya itu enggak. Kita tahu sendiri Polri dalam bekerja dan sebagainya gitu kan," ujarnya.

Baca: Densus 88 Antiteor Polri Tangkap Terduga Teroris Jaringan ISIS di Sleman

Artinya kelompok-kelompok terorisme akan tetap ada.

Sofyan mengatakan, para stakeholder baik itu dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88 Antiteror, dan TNI diminta fokus terhadap persoalan terorisme .

Aksi-aksi pencegahan diperlukan berupa deteksi dini terorisme perlu segera ditindak sesuai ketentuan hukum.

"Harus lebih serius lagi, tidak hanya pelaku ditindak hukum dan sebagainya tapi kita juga harus melakukan pencegahan deteksi dini, yaitu bagaimana mengedukasi masyarakat. Agar jangan sampai orang terpapar paham radikal dan terorisme ," jelasnya.

Paham intoleransi dan kebencian terhadap negara menjadi awal seseorang melakukan masuk dan terjaring aksi radikalisme dan terorisme .

Sofyan setuju jika seseorang yang memiliki pandangan intoleransi dan menebar kebencian harus dikriminalisasi.

"Ujaran kebencian itu enggak ditoleransi lagi, sejak awal mereka harus diberi sanksi. Sudah harus dikiriminalkan karena narasi kebencian itu bibit sebetulnya," jelasnya.(*)

Artikel ini telah tayang di TribunJogja.com dengan judul Mantan Napiter Beberkan Tujuan Terduga Teroris di Sleman

# Densus 88 Antiteror # terduga teroris # Pandowoharjo

Editor: Aprilia Saraswati
Reporter: Mei Sada Sirait
Videografer: Dyah Ayu Ambarwati
Video Production: Ika Vidya Lestari
Sumber: Tribun Jogja

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved