Senin, 12 Mei 2025

Terkini Daerah

Kisah Inspiratif Sarono, Seorang Tunanetra Pemecah Batu yang Bisa Sekolahkan 60 Anak Yatim

Sabtu, 15 Januari 2022 21:02 WIB
TribunJakarta

TRIBUN-VODEO.COM - "Bruk, bruk, bruk," begitulah suara saat Sarono (63) mengayunkan palu yang digenggamnya ke tumpukan batu-batu hingga menjadi bulir pasir bahan material bangunan.

Selama 15 tahun sudah Sarono melakoni pekerjaan sebagai pemecah batu di ujung Jalan Cipinang Jaya II, Kelurahan Cipinang Besar Selatan, Kecamatan Jatinegara, Jakarta Timur.

Tidak ada keraguan saat tangan kanannya mengayunkan palu sementara tangan kiri meraba tumpukan batu yang dipecah, pun Sarono merupakan penyandang disabillitas tunanetra.

Bulir pasir dari pecahan bata merah, hebel, dan puing bangunan ini yang dijual Sarono dalam kemasan per karung, pembelinya warga yang sedang membangun rumah hingga untuk pasir burung.

Baca: Kisah Pilu Nenek Ellen, Rumahnya Dijual oleh Cucu Tirinya dan Kini Terancam Terusir

Pecahan batu bata, hebel, dan puing bangunan yang dipecah Sarono menjadi pasir merupakan pemberian gratis dari satu toko material di Jalan Cipinang Jaya AA dekat tempat kerjanya.

Pria asal Kecamatan Prembun, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah tersebut tidak pernah mematok harga jual karena prinsip kerja yang dipegangnya untuk menggapai rida Allah SWT.

Baginya seluruh harta yang dimiliki merupakan titipan Tuhan, sehingga tidak pernah keberatan menyerahkan karung pasir hasil jerih payah kerja dengan harga berapa pun.

Sedari pukul 07.00 WIB Sarono meninggalkan rumahnya yang berada dekat SMAN 53 Jakarta lalu berjalan kaki ke ujung Jalan Cipinang Jaya II, jaraknya sekitar 200 meter.

Pada hari biasa dia bekerja hingga pukul 11.00 WIB, namun khusus hari Jumat dia bekerja hingga pukul 10.00 WIB agar bisa lebih cepat pulang ke rumah lalu menunaikan ibadah Salat Jumat.

Tempat Sarono bekerja sekaligus menjual pasir memang tidak beratap, dia hanya berjongkok di sisa badan jalan dengan lebar tak sampai satu meter yang tidak jadi jalur kendaraan.

Tidak ada pemberitahuan apa pun penanda Sarono menjual pasir, hanya tumpukan batu bata, hebel, puing bangunan, karung pasir yang sudah dikemas, dan gundukan pasir.

Jika Sarono pulang ke rumah karung pasir hasil jerih payah berhari-hari memecahkan batu ditinggalkan begitu saja di lokasi, bahkan lima karung pasir yang hendak dijual pernah dicuri.

Pekerjaan pemecah batu yang dilakoni Sarono sejak tahun 2007 memang tidak lazim bagi seorang tunanetra karena termasuk pekerjaan kasar yang berisiko tinggi terluka.

Sebagai pekerja sektor informal Sarono tidak memiliki gaji bulanan, sehingga kadang dia pulang ke rumah menemui sang istri tanpa membawa uang karena tidak ada pembeli pasir.

Tapi dari pekerjaannya dia mampu menyekolahkan 60 anak asuh, terdiri dari anak yatim dan duafa yang terlantar sejak tingkat PAUD hingga SMK atau sederajat, dan bahkan kuliah.

Dia dan sang istri, Sri Ningsih (61) yang merupakan ibu rumah tangga mulai mengangkat anak asuh sejak tahun 2007 silam atau di tahun yang sama Sarono jadi pemecah batu.

Baca: Kisah Kejujuran Bapak Juru Parkir Kembalikan Emas 50 Gram yang Tercecer Seharga Rp 40 Juta

Awalnya tidak pernah terbesit di benak Sarono untuk mengangkat anak asuh, karena kondisi perekonomian keluarga terbilang sulit dan penghasilan sebagai pemecah batu tidak seberapa.

Tapi Tuhan berkehendak lain, bermula ketika Sarono yang tidak dikaruniai keturunan pergi ke Pasar Gembrong, Kecamatan Jatinegara untuk membeli pakan burung peliharaannya.

Kala hendak pulang ke rumah Sarono mengalami kesulitan menyeberang jalan, dia lalu ditolong seorang ibu yang saat kejadian sedang membawa dua anak kecil.

Setelah sang ibu yang masih warga Kecamatan Jatinegara itu menyampaikan terimakasih dan mendoakan Sarono, dia sadar masih banyak orang yang nasibnya lebih tidak beruntung.

Sarono pun mencari informasi untuk memastikan kedua anak tadi benar yatim atau bukan, dia pergi menemui Ketua RT tempat mereka tinggal demi mendapat informasi valid.

Dua anak asuh yang kala itu pelajar kelas 2 dan 6 Sekolah Dasar (SD) kini sudah lulus berkat Sarono yang awalnya merantau ke Ibu Kota umur 14 tahun bekerja sebagai asisten rumah tangga (ART).

Kini 60 anak asuh Sarono merupakan warga RW 09 Kelurahan Cipinang Besar Selatan tempatnya tinggal, mereka bersekolah pada jenjang pendidikan berbeda-beda.

Sarono bahkan merupakan donatur di sejumlah yayasan pendidikan luar wilayah Kecamatan Jatinegara, tapi dia tidak ingin menghitung hal tersebut sebagai anak asuh karena tidak memberi rutin.

Tapi Sarono tidak pernah menyerah, dia terus bekerja meski di mata sejumlah orang yang tidak mengetahui kondisinya dia dianggap bisa melihat atau hanya bermain pasir.

Dia hanya berharap diberi kesehatan dan umur panjang untuk terus bekerja demi menghidupi sang istri, dan anak asuhnya bersekolah hingga bisa melihat mereka memiliki masa depan lebih baik.(*)

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kisah Inspiratif Sarono, Tunanetra Pemecah Batu yang Bisa Sekolahkan 60 Anak Yatim

# tunanetra # disabilitas # Pemecah Batu # anak yatim # Kisah Inspiratif # Jatinegara

Editor: Khaira Nova Hanugrahayu
Video Production: Putri Anggun Absari
Sumber: TribunJakarta

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved