Kamis, 15 Mei 2025

Terkini Megapolitan

Cerita Penjaga dan Penguhuni Kampung Mati Vietnam, Kerap Terjadi Banjir karena Tanahnya yang Rendah

Selasa, 19 Oktober 2021 15:27 WIB
TribunJakarta

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUN-VIDEO.COM - 'Kampung Vietnam' di Kramat Jati, Jakarta Timur masih dihuni 13 kepala keluarga (KK).

Ketika berkunjung ke Kramat Jati tak banyak orang yang tahu di kawasan tersebut terdapat bangunan yang dikenal warga sekitar sebagai Kampung Vietnam.

Bahkan beberapa diantaranya menyebut Kampung Mati Vietnam lantaran keangkerannya yang masih tersohor hingga saat ini.

Terletak di Jalan Diklat Depsos RT 13/3, Dukuh, Kramat Jati, Jakarta Timur, lokasi ini merupakan eks pengungsian warga Vietnam dan panti jompo sekitar tahun 1980-an.

Kendati begitu, beberapa bangunan masih ada dan masih ditempati oleh 13 Kepala Keluarga.

"Kalau total bangunan dari dulunya ada 33. Tapi kan banyak yang sudah rusak dan tak layak huni. Jadi yang masih bisa dihuni diperbaiki dan saat ini ada 13 KK yang tinggal di sini," kata Ibhas Taruno Kiswotomo, penjaga bangunan eks pengungsian warga Vietnam saat ini, Rabu (13/10/2021).

Karib disapa Bambang, lelaki berusia 56 tahun ini memaparkan lokasi tersebut bukanlah kampung mati.

Masih dihuni oleh sejumlah warga yang masih kerabat para pekerja terdahulu menjadi bukti utama kampung ini masih ada dan berpenghuni.

Namun, lantaran banyak cerita mistis berkembang di masyarakat dan segelintir tayangan di media sosial membuat nama Kampung Mati Vietnam yang tersorot.

"Kalau dibilang kampung mati ya juga bukan karena masih dihuni family juga kan. Ada izin ke pihak RT RW juga. Namun karena banyak cerita jadi di sini terkenalnya itu," jelasnya.

Adapun para warga yang tinggal di kampung ini tak berurutan layaknya di perkampungan biasa.

Lantaran letak bangunan yang masih layak huni tak menentu, maka jarak antar rumah warga bisa berbeda.

Ada yang berdekatan, namun ada juga yang jauh sekitar dua sampai tiga meter antar rumah.

"Namun, kalau ada yang baru menempati saya tempatkan di pojok-pojok. Kenapa? karena untuk membantu mengawasi lingkungan di kampung ini. Sebab masih ada beberapa orang yang manfaatkan lokasi ini untuk mabuk dan sebagainya. Jadi bantu menjaga," jelasnya.

Baca: Sisi Lain Metropolitan: Sosok Aphin Montir Vespa Klasik Tapi Gak Pernah Touring, Punya Koleksi Ori

Kisah Sang Penjaga Bangunan

TribunJakarta.com pernah meliput Kampung Mati Vietnam pada tahun 2019. Ketika berkunjung ke Kramat Jati tak banyak orang yang tahu di kawasan tersebut terdapat bangunan yang dikenal warga sekitar sebagai lokasi 'angker' alias seram.

Hal ini lantaran di kawasan yang terletak di Jalan Diklat Depsos RT 13/3, Dukuh, Kramat Jati, Jakarta Timur ini dulunya ialah bekas tempat pengungsian warga Vietnam dan panti jompo.

"Saya ini di sini menjaga aset Pemda dan menghuni di sini sekitar tahun 1980-an. Dulunya itu ada penampungan panti jompo di TMII. Kemudian mengalami pelebaran jadi di pindah ke sini (Dukuh). Selanjutnya pada tahun 1977-an datanglah pengungsi Vietnam," ucap penjaga bangunan di lokasi tersebut, Lili Salwiji (61) pada TribunJakarta.com, Minggu (3/11/2019).

Menurut Lili, saat itu pengungsi Vietnam tidaklah lama menempati lokasi tersebut.

Karena sekitar tahun 1981, para pengungsi mulai meninggalkan lokasi.

Namun untuk panti jompo masih tetap berjalan.

Bahkan daya tampunya diperbanyak karena lokasi tersebut dijadikan kawasan percontohan panti jompo seluruh Indonesia.

"Dulu itu di sini sangat indah. Banyak tanaman dan perawatannya sangat baik. Kemudian berganti nama dari Sasana menjadi Panti Jompo dengan tampungan 200 orang dari tadinya 100 orang," ucapnya.

"Bahkan lokasi ini dijadikan praktek untuk anak kuliah. Kan di sini sistemnya itu cotage. Jadi satu cotage itu isinya 10 orang jompo dengan satu petugas. Ada juga yang seperti barak dengan tampungan 20 orang. Jadi kalau ambulan wara-wiri itu hal yang biasa," tambahnya.

Baca: VIRAL Kampung Mati di Ponorogo, Berawal Pembangun Pesantren hingga Sunyi Sepi Ditinggal Penghuni

Bangunan Tak Berpenghuni

Meskipun indah, lokasi yang cukup luas ini merupakan wilayah rawan banjir.

Hingga pada tahun 2002, banjir merendam lokasi tersebut melebihi 1 meter.

Hal itu kemudian membuat para penghuni panti jompo harus dievakuasi dan saat ini berada di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan.

"Memang di sini lokasi rawan banjir. Kemudian sebelum banjir besar sekali di tahun 2002 dan sebelum tanggul roboh, penghuni panti jompo sudah dievakuasi dan dibantu pasukan katak. Saat itu tak ada korban jiwa, karena saya turut membantu proses evakuasi," ungkapnya.

Selepas tahun 2002, lokasi tersebut menjadi lokasi yang tak lagi berpenghuni di beberapa bangunan.

Dari sekira 35 bangunan yang ada, hanya 17 KK yang masih bertahan dan satu diantaranya ialah Lili.

"Hanya 17 KK yang ada di sini di atas tanah seluas sekitar 2,3 hektar. Beberapa bangunan yang tidak berpenghuni dibiarkan saja seperti itu karena memang kondisinya sudah rusak," kata Lili.

Lanjut, Lili juga menuturkan sebelum banjir besar pada tahun 2002, kawasan tersebut juga sudah direndam banjir pada tahun 1998 atau 2 tahun sebelumnya.

Saat itu, banjir tak terlalu tinggi sehingga bangunannya masih digunakan hingga tahun 2002.

Hanya saja pada saat itu, satu penghuni panti jompo bernama Rubingan meninggal dunia.

"Yang korban meninggalnya justru pas tahun 1998. Jadi karena banjir tak tinggi dia izin pamit ke dalam rumah untuk mengambil baju kering ke teman sekamarnya tanpa sepengetahuan petugas. Begitu dicari pas banjir surut, dirinya sudah tidak bernyawa dengan kondisi kaki yang luka, mungkin jatuh saat mengambil baju atau apa ya. Tapi di tahun 2002 saya pastikan tak ada korban jiwa," jelasnya.

Baca: Potret Pemukiman dari Zaman Belanda di Puncak Bogor, Bak Kampung Mati setelah Banjir

Jadi Tempat Pacaran dan Nongkrong

Lama kosong dan hanya dihuni oleh beberapa jiwa, Lili menjelaskan lokasi tersebut sempat dilaporkan ke kelurahan.

Hal ini lantaran banyak anak muda yang pacaran dan nongkrong di lokasi tersebut.

"Iya dulu sempat ada yang lapor. Karena memang di sini kan sepi sejak tahun 2002 itu. Padahal saya selalu menjaga lokasi di sini. Begitu ada orang asing saya tanya, ada yang mabuk saya usir. Jadi karena mandatnya untuk menjaga lokasi, saya lakukan tanggung jawab itu," jelasnya.

Akibat laporan tersebut, Lili mengatakan 17 KK yang tinggal di lokasi ia anjurkan untuk mengisi bangunan yang ada di pojok.

"Jadi yang tempatin di sini menempati bangunan yang di pojok untuk mengurangi hal tersebut. Mencegah yang pacaran. Seperti waktu itu ada yang mau menempati saya laporkan ke atas akhirnya kita disuruh tempati ini dulu untuk menjaga aset Pemda," jelasnya.

Baca: VIRAL Kampung Mati di Ponorogo, Berawal Pembangun Pesantren hingga Sunyi Sepi Ditinggal Penghuni

Pengalaman Horor

Menjadi lokasi yang hanya dihuni oleh 17 KK sejak tahun 2002, tentunya beberapa warga mengalami beberapa kejadian yang menyeramkan.

Meskipun sebagai penjaga tak pernah merasakan hal tersebut, namun ia menceritakan keluarganya sempat diganggu oleh makhluk astral atau makhluk gaib.

"Jadi istri saya dengar suara orang jalan, tapi kok enggak sampai-sampai. Kemudian dia juga melihat seperti ada sosok orang duduk namun ketika dihamoiri justru pohon singkong. Pas ditebang sudah enggak lagi diganggu," jelasnya.

Tak hanya istrinya, sang anak yang bernama Gilang juga pernah diganggu oleh makhluk tak kasat mata tersebut saat malam hari.

"Kalau anak saya diganggu dibangunan dekat musala. Karena di sini airnya enggak bisa untuk minum, air di musala aja yang masih bagus. Saya suruh dia ambil air tapi dia baru jalan abis isya. Di situ dia lari sampai rumah katanya ada kuntilanak. Ya saya yang enggak pernah diganggu cuma ketawa aja," tambahnya.

Selain itu, Lili juga mengatakan beberapa taksi online dan ojek online tak berani masuk dalam kawasan itu.

Sejumlah driver memilih untuk menjemput di depan tanpa berani masuk ke dalam.

"Pernah saat itu anak saya (Rani) pulang naik taksi. Supirnya sampai enggak percaya. Anak saya disuruh jalan karena mau lihat kakinya napak atau tidak. Dia sampai bilang kalau dia itu manusia dan kasih tau kalau ada saya, Bapaknya tinggal di situ," ucapnya.

Baca: Ambulans Bawa Pasien di Kramat Jati Diadang Mobil saat Masuk Jalur Berlawanan, Begini Kata Polisi

Harapan

Tak banyak diketahui banyak orang, Lili mengatakan lokasi tersebut sebenarnya sudah diwacanakan akan dijadikan embung.

Hanya saja sampai saat ini wacana tersebut belum terealisasi meskipun sejumlah penghuni yang ada sudah diberikan lokasi relokasi.

"Wacananya mau jadi embung. Waktu itu sebenarnya tahun 2017 saya sudah disuruh pindah ke rusun, sudah dikasih kunci. Tapi saya balikin lagi ke pengelola. Terus kan ada yang mau tinggal di sini dari luar kemudian setelah dilaporkan saya dapat mandat suruh jaga sementara aset Pemda ini," jelasnya.

Saat ini, Lili hanya berharap lokasi tersebut dapat menjadi lokasi wisata air ketika menjadi embung.

Sebab beberapa asumsi masyarakat mengatakan lokasi tersebut sebagai tempat angker.

"Kalau nanti sudah jadi embung semoga aja bisa jadi lokasi wisata air. Jadi di sini banyak aktivitas lagi. Seperti ada sepeda air dan lain sebagainya," tandasnya (*)

Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Kampung Mati Vietnam di Kramat Jati Ternyata Masih Berpenghuni, Begini Pengakuan Penjaga Bangunan

Baca berita terkait lainnya

Video Production: Megan FebryWibowo
Sumber: TribunJakarta

Tags
   #Kampung Mati   #Vietnam   #banjir   #Kramat Jati

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved