Tribunnews Wiki
Gudeg, Makanan Legendaris Khas Daerah Istimewa Yogyakarta
TRIBUN-VIDEO.COM - Gudeg merupakan makanan tradisional khas, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Makanan tradisional seperti gudeg, memiliki banyak potensi besar untuk meningkatkan pembangunan bangsa di bidang kebudayaan.
Gudeg dan makanan tradisional lainnya, memiliki peran penting dalam ketahanan dan kemandirian pangan.
Karena semua jenis makanan tradisional dibuat dengan potensi lokal, dan tidak menggunakan bahan impor.
Namun keberadaan gudeg dan makanan tradisional lain, masih dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.
Baca: 5 Kuliner Batagor Lezat dan Populer di Yogyakarta, Coba Mampir ke Kedai Batagor Pak Kirno
Sejarah Gudeg
Gudeg awal kemunculnya bersamaan dengan dibangunnya Kerajaan Mataram Islam, di alas (dalam Bahasa Indonesia artinya hutan) Mentaok di daerah Kotagede pada tahun 1500.
Kawasan alas Mentaok ketika akan dijadikan sebuah Kerajaan Mataram Islam, merupakan hutan dengan pohon nangka, kelapa, pohon tangkil, dan melinjo.
Didominasi buah nangka muda (dalam Bahasa Jawa artinya gori), kelapa, dan daun melinjo akhirnya mendorong para pekerja membuat makanan dari bahan-bahan alam tersebut.
Nangka yang dihasilkan ternyata tidak mencukupi kebutuhan pekerja yang cukup banyak, akhirnya nangka muda tersebut dimasak dengan cara dipotong secara melintang untuk menghasilkan jumlah yang banyak.
Bahkan untuk mengolahnya, diperlukan alat yang berbentuk dayung berukuran besar untuk mengudaknya.
Mengudak dalam Bahasa Jawa disebut dengan Hangudek, dari proses inilah makanan berbahan dasar nangka muda disebut sebagai Gudeg.
Makanan gudeg juga tertulis dalam serat centhini.
Dari serat centhini diketahui tahun 1600 saat Raden Mas Cebolang tengah singgah di Padepokan Pangeran Tembayat di wilayah Klaten mendapat suguhan makanan gudeg.
Pangeran Tembayat selaku pemilik padepokan, menjamu tamu bernama Ki Anom (Raden Mas Cebolang) dengan beragam makanan termasuk gudeg.
Gudeg sebenarnya bukanlah makanan tradisional dari Kerajaan, namun berawal dari masyarakat.
Hingga akhirnya gudeg lekat dengan kerajaan, terutama ketika Sultan Hamengkubuwana X juga menyukai gudeg terutama gudeg manggar.
Tahun 1940 ketika Universitas Gajah Mada (UGM) mulai masa pembangunan oleh Presiden Soekarno, gudeg mulai berkembang dalam masyarakat.
Seiring pembangunan gedung UGM pertama di Yogyakarta, gudeg kering mulai muncul.
Terutama ketika mahasiswa luar daerah yang ingin membawa gudeg sebagai oleh-oleh, membuat pembuatan gudeg kering dimasak di dalam kendil supaya mampu bertahan lebih lama.
Kawasan Bulaksumur Yogyakarta, merupakan sentra gudeg sekaligus kampong sentra gudeg Mbarek.
Gudeg Makanan Tradisional Semua Masyarakat
Meskipun erat kaitannya dengan Yogyakarta, namun gudeg juga cukup akrab di Surakarta.
Terlebih ketika Kesultanan Mataram Islam yang didirikan Panembahan Senopati, terbelah menjadi dua kerajaan besar yakni Yogyakarta dan Surakarta.
Ditambah lagi dengan wilayah khusus yakni Mangkunegara Solo dan Pakualam Yogyakarta.
Dalam serat Jatno Hisworo, meriwayatkan Pakubuwana IX Raja Keraton Surakarta (1861-1893) pernah memborong nasi gudeg, dan nasi liwet untuk menjamu rombongan kesenian untuk menghibur keluarga raja dengan music karawitan semalam suntuk.
Bahan pembuatan gudeg
1. 500 gram nangka muda
2. 5 butir telur kupas
Bahan halus
1. 7 bawang merah
2. 4 bawang putih
3. 1 sendok makan ketumbar
4. 3 buah kemiri
Bahan bumbu
1. 2 helai serai (memarkan)
2. 3 cm lengkuas (memarkan)
3. 6 lembar daun salam
4. 2 lembar daun jeruk
5. 120 gram gula aren
6. 1 sendok makan garam
7. 1 sendok teh kaldu jamur
8. 2 sendok makan kecap
9. 1.350 ml air putih
10. 130 ml santan kental.
(Tribunnewswiki)
Artikel ini telah ditayangkan di Tribunnewswiki.com dengan judul: Gudeg Jogja
Sumber: TribunnewsWiki
Local Experience
Gudeg Koyor Mbah So Jadi Tujuan Penikmat Kuliner di Solo saat Dini Hari, Buka sejak Tahun 70an
Rabu, 31 Januari 2024
TRIBUN HIDDEN GEM
Buka sejak Tahun 70an, Gudeg Koyor Mbah So Jadi Tujuan Penikmat Kuliner di Solo saat Dini Hari
Jumat, 19 Mei 2023
Terkini Daerah
Makan Enak di Solo: Warung Nasi Liwet dan Gudek Mbak Nunik, Seporsinya Rp 8 Ribu
Jumat, 31 Maret 2023
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.