Kamis, 13 November 2025

Eksklusif: Kisah Keberanian Rahmah El Yunusiyyah Melawan Penjajah & Mendidik Perempuan Indonesia

Rabu, 12 November 2025 18:57 WIB
Tribunnews.com

TRIBUN-VIDEO — Gelar Pahlawan Nasional baru saja disematkan kepada Hajjah Rahmah El Yunusiyyah.

Di balik nama itu, tersimpan kisah luar biasa tentang nyali seorang perempuan yang menolak tunduk pada penjajah. Seorang guru yang menjadikan pena sebagai senjata, ilmu sebagai perlawanan, dan mengangkat derajat kaum perempuan lewat pendidikan.

“Alhamdulillah, kami dari keluarga besar bersyukur. Allah memberikan karunia melalui Presiden Prabowo Subianto, menetapkan Bunda Rahmah sebagai pahlawan nasional,” ujar Fauziah Fauzan El Muhammady, cicit Rahmah, dalam wawancara eksklusif bersama Tribunnews, di Studio Tribun Network, Jakarta, Senin (10/11/2025).

“Artinya, ada pengakuan dari negara atas besarnya perjuangan Bunda Rahmah — baik di masa kemerdekaan maupun saat beliau menyiapkan pendidikan bagi kaumnya.”

“Saya yang akan melawan tuan-tuan!”

Kalimat itu meluncur lantang dari bibir Rahmah El Yunusiyyah di hadapan seorang jenderal Belanda yang murka.

Belanda menawarkan sekolah megah, fasilitas terbaik, bahkan dana besar — dengan satu syarat ikuti kebijakan Ordonantie Sekolah Liar dan Ordonantie Catatan Sipil di Minangkabau.

Pemerintahan Kolonial memberlakukan semua sekolah hanya mengikuti kurikulum Belanda dan berarti harus menghapus kurikulum Islam dari Diniyyah Putri Padang Panjang, sekolah yang ia dirikan dengan air mata dan keyakinan.

"Ordonantie Sekolah Liar itu artinya sekolah liar tidak boleh ada; tidak boleh ada satupun sekolah yang menjalankan kurikulum kecuali kurikulum Belanda. Maka, sekolah seperti Diniyyah Putri, oleh Belanda disapu bersih. Tidak boleh mengajarkan Quran, tidak boleh mengajarkan hadis," terang Fauziah.

Sementara Ordonantie Catatan Sipil melarang pernikahan secara Islam dan mewajibkan pencatatan sipil Belanda.

"Jadi kalau ada yang menikah di masjid, itu dibubarkan oleh Belanda,” ungkapnya.

Untuk diketahui Rahmah mendirikan Diniyyah Putri Padang Panjang pada 1 November 1923. Langkah tersebut didasari oleh keyakinannya yang kuat akan pentingnya pendidikan bagi perempuan.

Rahmah menjawab tegas:

“Sampai lapuk tulangku di liang kubur, aku tidak akan pernah bekerja sama dengan kalian.”

Dan ketika sang jenderal membentak:

“Nyonya, di Hindia Belanda ini kami berkuasa. Tak ada yang berani menentang kami!”

Rahmah hanya menatap lurus dan berkata,

“Kalau begitu, saya yang akan melawan tuan-tuan!”

Ucapan yang menggetarkan sejarah itu membuatnya harus mendekam hampir dua tahun di penjara.

Namun bagi Rahmah, penjara hanyalah dinding. Pikiran dan perjuangannya tetap merdeka.(*)

Saksikan wawancara eksklusif lengkapnya hanya di Kanal YouTube Tribunnews!

 

Editor: Srihandriatmo Malau
Sumber: Tribunnews.com

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved