TRIBUN-VIDEO.COM - Rombongan DPR RI gagal bertemu mahasiswa Papua di asrama yang terletak di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (21/8/2019) siang.
Dalam rombongan tersebut juga iikuti oleh Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan beberapa anggota DPR yang berasal dari dapil Papua dan Papua Barat.
Yakni, anggota DPR RI Komisi X, P Jimmy Demianus Ijie S dan anggota DPR RI Komisi VI, Steven Abraham.
Untuk menjembatani komunikasi dengan mahasiswa Papua, Fadli Zon pun meminta bantuan Willem Wandik.
Willem Wandik diketahui sebagai warga Papua yang pernah tinggal di asrama Kalasan selama lima tahun.
Meski telah mencoba menyapa dari luar, namun tak ada satu pun penghuni asrama yang keluar.
Bahkan, di pagar asrama terpasang spanduk putih bertuliskan "Siapapun yang datang kami tolak".
Jimmy Demianus Ijie mengakui rencana kunjungannya ke asrama tersebut gagal.
"Hari ini kami ingin kita bertemu dengan mereka bukan berarti gagal. Ini kesempatan yang tertunda saja," katanya, Rabu (21/8/2019), dilansir TribunTernate.com dari TribunJakarta.com.
Lagi pula ia mengakui kedatangan rombongannya terbilang dadakan.
Sehingga besar kemungkinan itu menjadi sebab bagi para penghuni asrama enggan membukakan pintu.
"Karena kami pun datang tiba-tiba mungkin kami akan kembali dan mempersiapkan lagi," jelasnya.
Dilansir TribunTernate.com dari Tribun Jatim, Fadli Zon mengatakan bahwa pihak mahasiswa Papua sudah menyatakan kesediaan untuk menemui anggota DPR RI.
Namun, tiba-tiba komunikasi terputus.
"Tadi ada kesediaan dialog dari mahasiswa Papua. Tapi tiab-tiba tidak ada komunikasi lagi, handphone-nya tidak bisa dihubungi. Namun, begitu kita akan upayakan lagi untuk bisa berdialog dengan mereka," kata Fadli Zon dalam wawancara di Gedung Negara Grahadi usai bertemu Gubernur Khofifah, Rabu (21/8/2019).
Fadli Zon membantah adanya pengusiran yang dilakukan terhadap pihaknya.
"Jadi pengusiran tidak ada. Sebelumnya sudah komunikasi dengan Ketua Asrama, begitu sampai di sana handphonenya tidak bisa dihubungi," katanya.
Sementara itu, melalui akun Twitter, Fadli Zon mengatakan bahwa sebelum mendatangi asrama mahasiswa Papua, pihak Fadli Zon sempat berkomunikasi dengan Ketua Asrama.
Komunikasi itu dilakukan oleh Willem Wandik.
"Tadinya sdh ok ketemu, tp begitu tiba di lokasi, hp ketua asramanya off. Yg menghubungi Pak Willem Wandik yg juga pernah tinggal di asrama itu selama 5 thn," tulis Fadli Zon membalas cuitan pengguna akun @jansen_jsp.
Sebelumnya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini juga sempat mendatangi asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, pada Selasa (20/8/2019).
Namun, Risma gagal untuk bertemu karena adanya penolakan dari mahasiswa Papua yang tinggal di asrama tersebut.
"Iya, kebetulan saya dilarang (oleh staf Wali Kota). Mereka masih mau bicara dulu sebelum aku ke sana," kata Risma di rumah dinas wali kota, Surabaya, seperti dilansir dari Kompas.com.
Meski demikian, pihaknya akan terus berupaya agar bisa menemui mahasiswa asal Papua tersebut guna mengurai dan mencari solusi atas masalah yang terjadi.
"Saya berusaha mendekat, tapi mereka enggak mau, gitu ya. Mungkin nanti melalui Pak Lenis (Kogoya) ya," ujar Risma.
Kepala Humas Pemerintah Kota Surabaya Muhammad Fikser mengatakan, Pemkot Surabaya akan melakukan pendekatan persuasif agar mahasiswa Papua yang menempati asrama di Jalan Kalasan bisa menerima kedatangan Risma.
"Kami akan terus upayakan untuk bisa mediasi dengan mereka (mahasiswa Papua)," tutur Fikser.
Kronologi Akar Masalah
Melansir dari Kompas.com, Polrestabes Surabaya menjelaskan kronologi lengkap terkait insiden yang terjadi di Surabaya dan melibatkan mahasiswa Papua.
Insiden tersebut terjadi di asrama mahasiswa Papua, jalan Kalasan, Kota Surabaya, pada Jumat (16/8/2019).
Didapati ratusan organisasi masyarakat (ormas) yang menggelar aksi di depan asrama mahasiswa Papua.
Aksi tersebut dilatarbelakangi adanya dugaan penistaan simbol negara yang dilakukan oleh mahasiswa Papua hingga berujung pada penangkapan 43 mahasiswa asal Papua yang tinggal di asrama tersebut.
Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho mengatakan aksi yang dilakukan ormas dimulai sejak pukul 16.00 WIB hingga 21.00 WIB.
Menurut Sandi, aksi massa tersebut dapat dihentikan setelah polisi berhasil membubarkan massa.
"Normatifnya, polisi sudah mengerjakan apa yang menjadi standar dan kami tidak mengedepankan upaya paksa. Kami negosiasikan dengan catatan bahwa kita ingin menegakkan hukum tapi jangan melanggar hukum," kata Sandi, Selasa (20/8/2019).
Setelah membubarkan massa, polisi masih bertahan di asrama mahasiswa Papua untuk melakukan penjagaan.
Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi adanya bentrokan lanjutan.
Namun, sejumlah perwakilan massa mendesak untuk adanya penindakan karena telah mendapat informasi mengenai penistaan simbol negara tersebut.
Pada Jumat (16/8/2019) malam, massa yang tergabung dalam gabungan ormas itu datang ke kantor polisi dan membuat laporan.
Mereka melaporkan dugaan oknum mahasiswa Papua telah melakukan perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.
Pada Sabtu (17/8/2019) sekitar pukul 10.00 WIB, polisi mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Papua untuk mencari akar masalah.
Namun, upaya negosiasi belum mendapat tanggapan.
"Ternyata tetap tidak memberikan tanggapan (untuk mengadakan dialog)," kata Sandi.
Lalu, Polrestabes Surabaya mendapat informasi bahwa sejumlah ormas akan kembali menggelar aksi jika tidak mendapat respons dari para mahasiswa.
Untuk itu, polisi segera mengeluarkan surat perintah penggeledahan agar duduk perkara kasus tersebut segera terungkap.
Sebelumnya, upaya negosiasi mengalami kebuntuan dan polisi juga sudah mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali.
Polisi mengakui penindakan berupa penggeledahan merupakan upaya terakhir yang dilakukan polisi lantaran upaya dialog yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga 17.00 WIB tidak membuahkan hasil.
Setelah itu, polisi membawa 43 mahasiswa Papua tersebut ke Polrestabes Surabaya untuk dimintai keterangan.
"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua', akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi.
Dalam pemeriksaan itu, Sandi menyiapkan sepuluh penyidik agar proses pemeriksaan tidak memakan waktu panjang.
Pemeriksaan pun selesai pukul 23.00 WIB.
Usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8/2019) dini hari pukul 00.00 WIB.
"Intinya bahwa kami sudah mengerjakan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan massa dengan massa yang lainnya," katanya.(TribunTernate.com)
Artikel ini telah tayang di Tribunternate.com dengan judul Risma hingga Fadli Zon Ditolak Mahasiswa Papua di Asrama Surabaya, Ini Alasannya
ARTIKEL POPULER:
Baca: Ditolak, Risma Tetap Berupaya Temui Mahasiswa Papua di Asrama Surabaya
Baca: Kerusuhan Manokwari, Polisi Sambangi Asrama Mahasiswa Papua di Kramat Jati
Baca: Diduga Menderita Hepatitis, Satu JCH Jeneponto Gunakan Ambulance ke Asrama Haji Sudiang Makassar
TONTON JUGA:
<iframe width="520" height="292" src="https://www.youtube.com/embed/MTghEOwO-OE" frameborder="0" scrolling="no" allowfullscreen loading="lazy"></iframe>
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.