Angkringan sebagai Ruang Dialog Sosial Sejak Zaman Kolonial

Editor: Sigit Ariyanto

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru

TRIBUN-VIDEO.COM - Angkringan merupakan salah satu destinasi wisata kuliner yang kerap diburu wisatawan.

Kedai makanan berbentuk gerobak yang khas dengan santapan nasi kucing ini memang terkenal menawarkan menu makanan dengan harga yang terjangkau.

Wisatawan yang tengah berlibur di Yogyakarta bisa menemukan deretan angkringan di sekitar Jalan Margo Utomo, mulai dari dari Tugu Pal Putih hingga pintu timur Stasiun Tugu.

Sementara di Solo, bentuk angkringan dikenal dengan istilah wedangan atau hik (hidangan istimewa kampung).

Bentuk dan menu yang dijajakan juga serupa, dari wedang (minuman), nasi kucing, gorengan, serta sundukan (sate-satean)

Meski dikenal sebagai kedai makan yang menjadi ciri khas Yogyakarta dan Solo, ternyata angkringan tidak berasal dari kedua daerah tersebut

Angkringan konon berasal dari sebuah desa yang bernama Desa Ngerangan yang masuk dalam wilayah Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah.

Bahkan pada tahun 2020, di desa ini didirikan Monumen Cikal Bakal Angkringan lengkap dengan pikulan tumbu sebagai simbolnya.

Dilansir dari laman resmi Desa Ngerangan, sosok yang pertama membuka angkringan adalah Karso Dikromo alias Djukut dan Wiryo Jeman yang merupakan warga Dukuh Sawit, Desa Ngerangan.

Pada tahun 1943, mereka berdua berjualan makanan terikan, sejenis makanan khas Jawa Tengah dengan kuah kental dengan lauk tempe atau daging yang dijajakan dengan pikulan tumbu

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sejarah Angkringan, Ternyata Bukan Berasal dari Jogja atau Solo

Program: Local Experience
Editor: Untung Sofa Maulana

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda