Sejarah Masjid Sunan Muria, Jadi Saksi Jejak Syiar Islam di Pulau Jawa Oleh Sunan Muria

Editor: Radifan Setiawan

Video Production: Muh Rosikhuddin

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru

TRIBUN-VIDEO.COM - Masjid yang berdiri kokoh di atas puncak Gunung Muria menjadi jejak syiar islam yang dilakukan oleh satu di antara walisanga yakni Raden Umar Said atau Sunan Muria.

Secara geografis, masjid tersebut terletak di Desa Colo Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus.

Letak masjid berada di salah satu titik puncak Pegunungan Muria dengan ketinggian sekitar 854,41 MDPL.

Jejak ajaran Raden Umar Said di wilayah Gunung Muria berawal dari pendirian Masjid Sunan Muria.

Tentunya pendirian masjid ini berawal dari kerbau milik Sunan Muria.

Konon berdirinya masjid itu berawal dari Raden Umar Said saat menggembala kerbau miliknya ke puncak Gunung Muria.

Awalnya, kerbau milik Raden Umar Said berjalan menuju tempat di Kajar, Kecamatan Dawe.

Namun kerbau miliknya hanya beristirahat di lokasi itu, hingga kemudian kerbau berjalan ke arah puncak Gunung Muria.

Setelah kerbau sampai di pethoko atau tempat yang tinggi sekitar 5/6Km di tengah hutan, Sunan Muria sempat mengumpulkan material.

Sampai akhirnya, Raden Umar Said atau Sunan Muria bertahan dan mendirikan rumah serta masjid, hingga beliau wafat.

Konon, masjid yang dibangun sangat bagus dan bahkan bercahaya.

Karena merasa tak enak lantaran mendapatkan pujian, Sunan Muria lantas membakar Masjid yang lama dibakar kemudian membangun masjid yang baru seperti saat ini.

Di dalam Masjid Sunan Muria terdapat mihrab atau tempat imam untuk salat, Di bagian pengimaman atau mihrab terdapat mimbar yang unik.

Bagian mihrab berbentuk menjorok ke dalam buka keluar.

Di bagian mihrab dari batu itu terdapat puluhan keramik yang tertempel. Di atas mihrab terdapat tulisan arab.

Tempat imam tersebut umumnya menjorok ke luar.

Namun di masjid peninggalan Sunan Muria menjorok ke dalam.

Penataan mihrab tersebut ada makna dan filosofinya, perlambangan mihrab yang keluar secara 20persen dari masjid melambangkan duniawi, sedangkan di dalam melambangkan akhirat.

Yakni pesan kepada manusia agar jangan memburu dunia saja.

Umat manusia diajak mengutamakan kerohanian untuk ke akhirat nantinya.

Selain itu pada hiasan Mihrabnya, terdapat kembang wijaya kusuma beserta mangkok-mangkok.

Mangkok ini melambangkan ajaran Sunan Muria yakni "ojo pageri omahmu nganggo tembok, balekono pageri nganggo mangkok".

Ini diartikan bahwa masyarakat jangan memagari rumahnya dengan tembok atau masyarakat tidak boleh menutupi diri dengan sesamanya.

Namun pageri rumah dengan mangkok yang diartikan masyarakat perbanyak sedekah kepada sesama.

Ajaran ini datang dari pribadi Sunan Muria yang berjiwa sosial tinggi.

Pada bagian ujung atas mihrab terdapat tulisan Arab.

Tulisan tersebut adalah sebuah wirid yang terus dilakukan oleh Sunan Muria selama hidupnya.

Hingga saat ini, pada hari-hari tertentu wirid tersebut masih dilantunkan oleh pihak Yayasan dan masyarakat sekitar di Masjid Sunan Muria.

Selain Pager Mangkok, ada ajaran Sunan Muria lainnya dalam menyebarkan islam.

Di antaranya yakni ajaran tapa ngeli.

Tapa ngeli ini adalah cara Sunan Muria membaurkan diri terhadap masyarakat yang dulunya kepercayaan adalah animisme dan dinamisme.

Sunan Muria berusaha ikut membaur di masyarakat.

Sunan Muria lantas mengajak masyarakat memeluk agama Islam dengan tidak meninggalkan budaya lama.(*)

Sumber: Tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda