TRIBUN-VIDEO.COM - Malam satu Suro dipenuhi dengan berbagai mitos yang muncul di tengah masyarakat.
Hal ini karena malam satu Suro menjadi waktu sakral bagi masyarakat Jawa termasuk di Solo, Jawa Tengah.
Malam sakral ini kemudian digunakan oleh Keraton Solo untuk melakukan kirab pusaka.
Setiap malam satu Suro, Keraton Solo selalu mengarak pusaka-pusaka pilihan.
Ritual adat rutin ini dilakukan dan banyak dinanti oleh warga.
Pusaka yang dikirab juga bukanlah pusaka sembarangan, melainkan pusaka-pusaka pilihan Raja dan selalu berbeda setiap tahunnya.
Sebelum melakukan kirab pusaka, diadakan sejumlah ritual khusus di dalam Keraton Solo.
Ritual khusus ini hanya bisa diikuti oleh keluarga dan kerabat Raja, abdi dalem, sentono dalem serta para tamu undangan.
Tak semua orang bisa masuk ke dalam Keraton Solo dan mengikuti ritual khusus ini.
Baca: Kirab 1 Suro Keraton Surakarta: Peserta Dilarang Bicara, Penonton Berbaju Merah Diminta Sembunyi
Selain itu ada beberapa hal yang wajib ditaati oleh mereka yang mengikuti ritual.
Kirab pusaka malam satu Suro Keraton Solo sudah masyhur, bahkan diikuti oleh warga dari berbagai kota.
Beberapa di antaranya yakni diwajibkan menggunakan pakaian kebaya berwarna hitam yang terbuat dari bahan kain atau bukan bludru.
Menggunakan kain atau jarik sebagai bawahan dan disanggul menggunakan sanggul jawa.
Sementara untuk laki-laki, diwajibkan mengenakan beskap berwarna hitam, jarik lengkap dengan blangkon dan keris.
Seluruh peserta ritual juga diwajibkan mengenakan samir atau kalung khusus penanda peserta ritual.
Beberapa pantangan juga harus dilakukan oleh keluarga Raja dan para undangan yang mengikuti ritual adat ini.
Dilarang mengenakan alas kaki saat masuk ke dalam Keraton Solo untuk melakukan ritual jelang Kirab Pusaka.
Selama kirab, seluruh peserta juga dilarang berbicara, makan dan minum saat berjalan sejauh 5-6 km.
Dalam perjalanannya, mereka juga dilarang mengenakan alas kaki.
Malam satu suro menjadi waktu sakral bagi masyarakat Jawa termasuk di Kota Solo Jawa Tengah.
Selalu ada ritual yang dilakukan oleh Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat di malam satu suro.
Ritual adat sarat makna yakni kirab Kebo Bule dan pusaka milik Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Kerbau milik Karaton Kasunanan Surakarta ini bukanlah sembarang kerbau, melainkan pusaka penting milik Karaton Surakarta.
Kerbau ini juga berbeda dari kerbau yang biasa dilihat karena Kebo Bule memiliki kulit putih kemerahan dengan rambut berwarna putih.
Leluhur Kebo Bule merupakan hewan kesayangan Paku Buwono II sejak istananya masih di Kartasura atau berjarak 10 km dari Karaton yang sekarang.
Jumlah Kebo Bule yang akan dikirab menjadi rahasia dan hanya diketahui oleh Paku Buwono XIII.
Kabar jumlah kerbau yang akan dikirab di malam satu suro baru akan diberitahukan oleh Raja sesaat jelang kirab berlangsung atau sekira pukul 24.00 WIB.
Meski begitu, pihak karaton telah menyiapkan beberapa ekor Kebo Bule sebelum Raja menginformasikan jumlah kerbau yang akan dikirab.
Biasanya Karaton Kasunanan Surakarta menyebut Pusaka Kebo Bule dengan sebutan Mahesa.
Sejumlah ritual khusus dilakukan untuk menyiapkan Mahesa sebelum melakukan laku atau perjalanan atau yang biasa disebut masyarakat dengan kirab.
Pada 2023, pihak Karaton menyiapkan enam ekor Kebo Bule untuk melakukan ritual malam satu Suro.
Mereka sudah disiapkan sejak sore hari, mulai dari dimandikan, diarak dari kandang di Alun-alun Kidul menuju ke kandang Gurawan.
Di lokasi tersebut, Srati Mahesa atau pawang Kebo Bule melakukan sejumlah ritual khusus yang diikuti oleh masyarakat sekitar.
Mereka membakar dupa dan menyiapkan sesajen berupa bunga tujuh rupa, air jamasan, hingga beberapa makanan yang diletakkan di sebuah tempat.
Baca: HEBOH! Kebo Bule Karaton Surakarta Lahir Jelang Kirab Malam 1 Suro, Bongkar Ritual Sakral khususnya
Kemudian Srati Mahesa bersama dengan para warga berdoa bersama.
Setelah ritual selesai sesajen yang sudah disiapkan diletakkan di pinggir kandang dan menjadi santapan Kebo Bule.
Meski pihak Karaton menyiapkan enam Pusaka Kebo Bule, namun hanya ada lima yang melakukan laku atau kirab malam satu suro.
Hal ini karena satu Kebo Bule melahirkan tepat di tanggal satu Suro siang.
Kelahiran Kebo Bule tepat di tanggal satu suro menjadi pertama kalinya sepanjang sejarah.
Diharapkan kelahiran ini menjadi sebuah pertanda baik banyaknya berkah yang akan datang.
Kebo Bule yang melahirkan tersebut bernama Nyai Pahing.
Ia melahirkan bayi Kebo Bule jantan yang belum diberi nama.
Sedangkan lima Kebo Bule yang akan melakukan laku ritual malam satu Suro terdiri dari tiga jantan dan dua betina yakni:
1. Somali
2. Wido
3. Waras
4. Mugi
5. Siam
Kebo Bule dianggap keramat oleh masyarakat sekitar karena dianggap membawa berkah dan keselamatan dari Yang Maha Kuasa.
Oleh karenanya, banyak warga yang berusaha menyentuk Kebo Bule selama kirab.
Bahkan, tak sedikit yang mengambil kotorannyan hingga berebut karena dipercaya memiliki banyak khasiat.
Kepercayaan akan kekuatan Kebo Bule ini sering dilekatkan dengan nama Kyai Slamet yang memiliki sejarah panjang di Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
Ritual adat di dalam Keraton Solo berlangsung sangat khidmat.
Ritual tersebut diberi nama Wilujengan yang diisi bacaan-bacaan ayat suci Al-Quran.
Sekira pukul 19.00 WIB, para peserta kirab pusaka memasuki Keraton Solo dengan menaati segala peraturan yang ada.
Mereka berjalan tanpa alas kaki, kemudian duduk di pasir sambil menyalakan dupa dan berdoa.
Dupa merupakan perlambang keharuman yang dipercaya bisa mengusir jin-jin jahat yang hendak mengganggu jalannya ritual adat.
Beberapa saat kemudian, ulama Keraton Solo yang berjumlah lebih dari lima orang masuk dan duduk di Pendopo diikuti oleh beberapa anggota keluarga Raja dan para abdi dalem.
Lantunan kitab suci Al Quran terdengar diikuti oleh seluruh peserta Wilujengan.
Bacaan sempat terjeda untuk menyalakan dupa dan menyajikan makanan di depan para ulama, kemudian lantunan ayat suci Al Quran kembali digaungkan.
Baca: Menjaga Tradisi Turun-temurun, Keraton Solo Gelar Hajad Dalem Maringake Zakat Fitrah Dalem
Adat Jawa diketahui penuh dengan perlambangan yang sarat makna, termasuk setiap detail dalam tradisi ini.
Malam satu Suro merupakan pergantian tahun baru di kalender Jawa, sehingga ritual ini merupakan penutup sekaligus awal tahun yang penuh dengan doa dan harapan.
Ritual ini sarat dengan makna introspeksi diri selama setahun kebelakang dan berdoa serta berharap untuk tahun berikutnya.
Ritual adat ini juga dilakukan di malam hari bukan tanpa sebab.
Hal ini karena sepertiga malam menjadi waktu yang mustajab untuk berdoa dan bertaubat.
Setiap tahunnya, Keraton Solo melakukan kirab pusaka yang berbeda-beda.
Keputusan jenis pusaka dan jumlah pusaka yang akan dikirab di malam satu Suro baru akan diumumkan oleh Raja jelang tengah malam.
Terdapat tujuh pusaka dari biasanya 13 pusaka yang dikirab di malam satu Suro 2023.
Orang yang membawa dan mengiring pusaka-pusaka ini bukanlah orang sembarangan melainkan orang-orang pilihan Raja.
Tujuh pusaka yang dikirab di malam satu Suro 2023 mulai dari Cambuk hingga tombak yang masing-masing menjadi perlambang dan makna yang berbeda.
Setelah itu, tujuh pusaka ini dikirab keliling Keraton Solo hingga ke jalanan kota.
Cucuk lampah atau yang mengawali yakni Kebo Bule yang juga menjadi pusaka penting Keraton Solo.
Kebo Bule inilah yang menentukan kecepatan jalannya kirab.
Tak ada yang boleh mendahului Kebo Bule saat berjalan, tak ada yang boleh menyuruh Kebo Bule untuk berjalan cepat apalagi menghalangi langkahnya.
Kebo Bule ini menjadi hewan keramat bagi Keraton Solo dan warga sekitar.
(*)
(Tribun-Video.com/RS)
# liputan khusus # Keraton Solo # Kebo bule # Kirab Malam Satu Suro # Kebo bule # 1 Muharram
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.