Ngerinya Perkosaan Massal Tragedi 1998, Dering Telepon Terus Bergema, Dalang Aksi Masih Misteri

Editor: fajri digit sholikhawan

Reporter: Ratu Budhi Sejati

Video Production: Januar Imani Ramadhan

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUN-VIDEO.COM - Situasi selama empat hari 'Tragedi Mei 1998' sangatlah mencekam hingga bisa dikatakan sebagai situasi yang amat mengerikan.

Pemerkosaan massal terjadi di berbagai penjuru Jakarta hingga membuat dering telepon terus bergema tak berhenti berbunyi di sebuah kantor organisasi perempuan bernama Kalyanamitra.

Aksi pemerkosaan massal ini menambah carut marutnya kondisi ibu kota di tengah pemecatan massal, krisis ekonomi, penjarahan hingga penyerangan fasilitas publik dan pusat perbelanjaan.

Telepon pertama menginformasikan adanya kasus rudapaksa di sebuah apartemen di daerah Pluit, Jakarta Utara.

Direktur Kalyanamitra, Ita Fatia Nadia saat itu mendapat pesan melalui pager untuk segera pulang ke Kalyanamitra lantaran terdapat telepon penting.

Setelah mendapatkan informasi adanya rudapaksa di daerah Pluit, Ita segera menghubungi Ketua Tim Relawan Kemanusiaan Kerusuhan Mei 1998, Ignatius Sandyawan Sumardi atau yang dipanggil Romo Sandy.

Beberapa waktu sebelumnya, info rudapaksa sudah ia dapatkan dari Ketua Dewan Pers saat itu yakni Stanley Adi Prasetyo.

Kemudian menjelang Maghrib, Kalyanamitra kembali mendapat informasi pemerkosaan massal yang dialami oleh tiga orang perempuan Tionghoa di kawasan Glodok.

Setelah telepon itu putus, muncul lagi telepon masuk yang melaporkan terjadi insiden pembakaran dan penjarahan di kawasan Glodok.

Banyaknya informasi yang diterima membuat Ita dan timnya harus berbagi peran.

Ia bersama temannya pergi ke Glodok, dan lainnya pergi ke apartemen di Pluit.

Jalan menuju ke Glodok tentu tidak mudah, terlebih suasana di Jakarta yang sangat mencekam, berjalan di tengah penjarahan dan kemarahan para demonstran.

Sebuah gudang besar yang berada tak jauh dari Kantor Kalyanamitra tak luput dari sasaran massa.

Setibanya di Glodok, betapa kagetnya Ita melihat tiga orang perempuan yang berada di tengah-tengah massa.

Kondisinya sangat memprihatinkan, bajuya sudah berantakan lantaran ditarik ke sana-sini.

Mereka juga sudah tak sanggup lagi untuk meminta pertolongan.

Melihat situasi menyedihkan dan mengiris hati tersebut, Ita dan temannya memilih untuk menerobos kerumunan dan menyelamatkan mereka.

Baca: Kerusuhan Mei 1998: 189 Orang Perempuan Diperkosa Massal hingga Sita Perhatian Internasional

Ita kemudian membawa mereka ke sebuah hotel di seberang Harco yang kebetulan ia kenal dengan pemiliknya yang juga warga etnis Tionghoa.

Ita langsung meminta pegawai hotel untuk membantunya membawa korban ke dalam kamar yang tersedia.

Ita dan timnya kemudian kembali keluar dan menyelamatkan lebih banyak korban.

Tak sampai di situ, radio panggil yang dimiliki Ita terus berbunyi hingga pada (11/5/1998) ia mendapat pesan untuk segera ke Cengkareng, Jakarta Barat.

Ia diminta untuk bertemu dengan seseorang yang disebut sebagai Pak Haji.

Sekira pukul 21.30 WIB, Ita sampai di tempat janjian bertemu dengan Pak Haji lalu langsing diajak ke rumahnya untuk menemui sang istri.

Betapa terkejutnya Ita saat melihat ada tiga orang wanita yang semuanya merupakan korban pemerkosaan massal dan kekerasan.

Tiga orang korban dibawa ke rumah sakit untuk mendapat perawatan menggunakan tiga motor, yang masing-masing dikendarai Pak Haji, menantu Pak Haji, dan ojek langganan Ita.

Tak berlangsung lama, radio panggil Ita kembali berbunyi.

Kini, pesan datang dari Romo Sandy yang melaporkan korban pemerkosaan di Jembatan Dua dan Jembatan Tiga.

Namun saat itu Ita mengaku takut lantaran kondisinya sudah malam dan sangat sepi.

Hingga akhirnya Ita dijemput oleh dua orang laki-laki yang juga relawan.

Sama seperti di tempat lain, daerah itu sudah ramai penjarahan.

Pintu-pintu besi yang semula terpasang di ruko, rusak.

Ita masuk ke salah satu ruko yang dituju.

Ia mendapati seorang perempuan Tionghoa berumur sekitar 18 tahun yang juga menjadi korban.

Satu perempuan lainnya lebih dulu diselamatkan oleh warga di belakang ruko.

Saat diserang, warga di perkampungan miskin tersebut membantu korban untuk turun memakai tangga.

Esok harinya pada (12/5/1998) sekira pukul 10.00 WIB, Kalyanamitra mendapat telepon yang mengabarkan ada dua orang anak korban pemerkosaan di Pondok Bambu, Jakarta Timur.

Telepon terus-menerus berdering hingga keesokan harinya, 13 Mei 1998.

Hingga kini, kasus pemerkosaan massal Mei 1998 masih menjadi misteri.

Termasuk pelaku atau dalang di balik insiden itu juga masih belum terungkap bahkan hingga 25 tahun berlalu.(Tribun-Video.com/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Cerita Kelam Tragedi 1998: Dering Telepon Tak Henti Berbunyi Terima Laporan Rudapaksa Massal

# kerusuhan Mei # perkosaan # demo # Jakarta # rudapaksa

Sumber: Kompas.com
   #kerusuhan Mei   #perkosaan   #demo   #Jakarta   #rudapaksa
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda