Kamis, 15 Mei 2025

Melihat Usaha Pencacahan Limbah Sampah Plastik di Kecamatan Batulicin

Senin, 16 September 2019 11:36 WIB
Banjarmasin Post

TRIBUN-VIDEO.COM - Sekilas terlihat hanyalah timbunan limbah sampah yang menggunung. Namun siapa tahu, di antara tumpukan sampah plastik menumpuk di sebuah gudang itu terjadi perputaran uang yang bernilai fantastis.

Bisa dibayangkan limbah sebelumnya berupa sampah plastik dari semua jenis, menjadi barang bernilai ekonomis setelah diolah melalui proses pengepresan dan pencacahan hingga menjadi barang setengah jadi.

Pengolahan limbah sampah dikelola perseorangan dengan nama Limbah Guna Banua, sedikitnya dalam satu bulan mengirim bahan baku diolah setengah jadi sebanyak 20 ton ke Pulau Jawa.

Usaha pengepresan, pencacahan oleh Limbah Guna Banua yang dikelola Fikri Alfian (31) sosok muda penginspiratif, itu pun sudah berlangsung cukup lama lebih kurang 1,5 tahun.

Kini usaha untuk membantu pemerintah dalam penanggulangan persoalan sampah di wilayah Kabupaten Tanahbumbu. Mempercepat proses pengolahan sampah, menjadi bahan baku setengah jadi Limba Guna Banua dikelola Kiki, panggilan akrab Fikti Alfian sudah memperkerjakan 23 orang tenaga.

"Enam orang karyawan tetap, sisanya tenaga harian. Untuk karyawan tetap gaji rata-rata Rp 2 juta perbulan," tutur Kiki kepada BPost saat ditemui di gudang pengolahan di Desa Maju Bersama, Kecamatan Batulicin, Jumat (13/9/2019) kemarin.

Kiki mengakui, usaha pengolahan sampah menjadi bahan baku setengah jadi bukan mencari profit atau keuntungan. Namun bertujuan membuka lapangan kerja, terlebih kepala keluarga dan ibu rumah tangga yang selama ini turut diperkerjakan.

"17 orang ibu rumah tangga, mereka membersihkan dengan umpah Rp 70 ribu perhari. Bersih pendapatan mereka antara Rp 2 jutaan. Belum lagi sampah yang mereka jual sendiri," katanya.

Namun yang memotivasinya mendirikan usaha pengolahan sampah, selain mendukung program pemerintah. Juga karena rasa empati terhadap kebersihan lingkungan.

"Pada awalnya aku berjalan sambil membawa karung, sambil memungut sampah-sampah plastik setiap ditemui di jalan. Setelah terkumpul, dan aku berpikir. Ketika sampah di jalan, Lihatlah itu uang bukan sampah," ujar Kiki.

Sejak itulah, sosok muda penginspiratif ini tergerak untuk membuat tempat pengolahan dan pencacahan sampah hingga menjadi bahan setengah jadi.

Berawal dari pengumpulan bahan baku didapat dari beberapa sumber, mulai dari tempat pembuangan akhir, badan usaha milik desa (Bumdes), kelompok swadaya masyarakat (KSM), hingga pengumpul sampah.

Bahan baku dibeli dari beberapa pengumpul dengan harga kisaran antara Rp 2.000 sampai Rp 2.500 perkilogram.

Kemudian di pilah oleh tiga orang pekerja. Masing-masing pekerja memilah sampah dengan jenis berbeda, mulai sampai botol aqua, ember, serta sampah plastik jenis lainnya. Untuk pemilahan sampah dua ton diperlukan waktu satu hari.

"Ada 17 jenis sampah yang dipilah. Kenapa dipilah, supaya harga bisa lebih tinggi saat dijual ke Jawa," jelas Kiki.

Sebelumnya jenis sampah sudah dipilah, seperti jenis botol aqua terlebih dahulu dipres. Sedangkan jenis lainnya seperti plastik keras dimasukan ke dalam mesin pencacah.

"Warnanya pun dibedakan, sampah warna biru ya biru. Kalau merah ya merah," terang Kiki kepada banjarmasinpost.co.id.

Kendati demikian, Kiki mengungkapkan usaha pengolahan dan pencacahan sampah dikelola sekitar 1,5 tahun silam belum maksimal, karena terkendala listrik untuk pengoperasian mesin.

"Sebenarnya ada keinginan mendatangkan mesin untuk mengolah barang setengah jadi menjadi bahan jadi. Bisa diolah, tapi biaya operasi tinggi. Selain bahan baku plastik yang masih fluktuatif.

Kiki pun berharap usaha pengolahan sampah mendapatkan dukungan pemerintah daerah setempat.(banjarmasinpost.co.id/helriansyah)

Editor: Novri Eka Putra
Video Production: Novri Eka Putra
Sumber: Banjarmasin Post

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved