Rabu, 14 Mei 2025

Local Experience

Inilah Sejarah yang Jadi Cikal Bakal Penetapan Dwifungsi ABRI, "Jalan Tengah" Fungsi ABRI

Jumat, 18 April 2025 14:26 WIB
Kompas.com

Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru

TRIBUN-VIDEO.COM - Dwifungsi ABRI merujuk pada fungsi ganda Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) sebagai penjaga pertahanan dan keamanan negara, serta sebagai kekuatan politik yang berperan di pemerintahan.

Dwifungsi ABRI, yang pertama kali digagas pada masa Orde Lama, menjadi dasar legitimasi bagi peran sosial-politik angkatan bersenjata pada masa Orde Baru.

Selama masa Orde Baru, ABRI, yang di dalamnya terdapat unsur militer dan kepolisian, terlibat jauh dalam kehidupan pemerintahan karena Soeharto menerjemahkan dwifungsi sebagai campur tangan militer di segala bidang kehidupan.

Gugatan terhadap Dwifungsi ABRI pun menggema karena pelaksanaannya memicu banyak polemik dan telah menghambat terciptanya iklim demokrasi yang sehat bagi bangsa Indonesia.

Pada akhirnya, Dwifungsi ABRI dihapus seiring tumbangnya rezim Orde Baru dan dimulainya era Reformasi.

Pada November 1958, AH Nasution, yang saat itu menjabat Kepala Staf Angkatan Darat, memperkenalkan konsep "Jalan Tengah", yang menjadi cikal bakal Dwifungsi ABRI, melalui pidatonya dalam acara dies natalis AMN (Akademi Militer Nasional) di Magelang.

Inti dari konsep ini adalah pemberian kesempatan pada militer sebagai salah satu kekuatan politik untuk berperan di pemerintahan atas dasar asas negara kekeluargaan.

Pemikiran ini lahir salah satunya akibat kegagalan politisi sipil dalam merumuskan kebijakan karena tidak ada kesepakatan antarpartai.

Selain itu, tumbuh rasa saling curiga antara tentara dan politikus pada masa itu, yang menimbulkan ketidakstabilan politik di Indonesia.

AH Nasution mengatakan bahwa harus diambil jalan tengah, karena TNI, khususnya Angkatan Darat, tidak akan menjalankan pemerintahan sebagai pemerintahan militer, tetapi juga bukan alat mati di tangan politikus. Prinsipnya adalah keterlibatan tentara membina negara, bukan untuk merebut kekuasaan, melainkan menyokong stabilitas.

Oleh karena itu, militer diharapkan sangat membatasi peranannya supaya tetap berada dalam koridor otonomi yang telah ditetapkan dan berusaha mengantisipasi agar tidak ditunggangi oleh siapapun, khususnya para elite politik untuk dijadikan sebagai alat dalam mencapai kepentingan golongan.

Konsep AH Nasution berlanjut dengan keputusan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret 5 Juli 1959.

Peran politik ABRI sebagai golongan fungsional sekaligus kekuatan sosial politik memperoleh landasan konstitusional.

Pada 1962, ABRI membentuk koramil di setiap kecamatan, babinsa di semua desa, dan di kampus mulai muncul resimen mahasiswa.

Konsep AH Nasution dimatangkan lewat doktrin Tri-Ubaya Cakti, yang merupakan hasil Seminar Angkatan Darat I (1965) dan II (1966) di Bandung.

Fungsi sosial dan politik dari ABRI ditetapkan melalui ketetapan MPRS tanggal 5 Juli 1966, TAP No. XXIV/MPRS/1966.(*)

#Wisata #TempatWisata #RekomendasiWisata #Berwisata #Sosok #Tokoh #Sejarah #Dwifungsi #DwifungsiABRI

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Sejarah Dwifungsi ABRI yang Digagas Sejak Era Orde Lama

Program: Short Local Experience
Editor Video: Muh Rosikhuddin

Editor: Sigit Ariyanto
Video Production: Muh Rosikhuddin
Sumber: Kompas.com

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved