Sabtu, 10 Mei 2025

Gempa Bumi

Semeton Bali juga Jadi Korban Penjarahan di Palu

Kamis, 4 Oktober 2018 13:51 WIB
Tribun Bali

TRIBUN-VIDEO.COM - Mantan Komisioner KPU RI, I Gusti Putu Artha, kaget melihat seluruh perabotan mahal hilang di rumah kontrakannya di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).

Dugaan kuat barang-barang tersebut dijarah orang.

Penjarahan ini menjadi persoalan krama Bali yang terdampak gempa dan tsunami di Sulteng.

"Di Palu saya mengontrak rumah dua lantai di sebuah perumahan. Akibat gempa, rumah kontrakan saya mengalami retak-retak parah dan tak bisa dihuni lagi. Parahnya, televisi layar datar, AC, printer, kompor gas, dan kulkas dibawa maling," ujar Putu Artha kepada Tribun Bali, Rabu (3/10/2018).

Menurut Putu Artha, tak hanya dirinya yang menjadi korban penjarahan.

Beberapa semeton Bali di Palu juga mengalami hal serupa.

"Tadi pagi Pak Wayan Suyasa namanya, tokoh wiraswasta di sini punya toko elektronik, itu dua truk sudah mau dijarah, untung polisi segera mengamankan," papar Putu Artha yang saat ini sedang berada di Palu.

Maraknya penjarahan ini membuat warga cemas, mereka pun tak bisa tinggal di pengungsian.

"Penjarahan yang cukup meningkat membuat warga lebih memilih menjaga rumah agar tidak dijarah," sambungnya.

Baca: Bocah 6 Tahun Merawat Ayahnya yang Lumpuh Setelah Ibunya Pergi dari Rumah

Sekretaris PHDI Sulawesi Tengah, Wayan Suarayasa, membenarkan sejumlah krama Bali menjadi korban penjarahan di Palu dan sekitarnya.

"Untuk mereka yang rumahnya masih berdiri mereka memilih tinggal di rumah dan tidur di depan rumah sambil berjaga-jaga karena sudah ada penjarahan. Beberapa umat kita ada yang kena penjarahan," katanya saat dihubungi kemarin.

Diketahui sekitar 5.000 orang krama Bali yang ada di Palu, terdampak bencana gempa bumi bermagnitudo 7,4 SR dan tsunami pada 28 September 2018.

Adapun jumlah krama Bali di Palu sebanyak 20 ribuan.

Selain persoalan penjarahan yang marak, menurut Putu Artha, masih ada empat masalah dihadapi oleh krama Bali yang terdampak gempa dan tsunami ini.

Dan, persoalan yang sama juga umumnya dirasakan korban lainnya di Palu.

Masalah pertama terkait pasokan premium yang masih sangat jauh dari kebutuhan.

Baca: Megawati Telepon Kepala Daerah dari PDIP Bantu Korban Bencana di Sulteng

"Kemarin misalnya, satu pompa cuma dapat satu tangki sehingga satu jam sudah habis dan antrean sampai 3 kilometer. Ini evaluasi. Pemerintah mungkin bisa memberi pasokan 300 persen dari hari biasa. Ini baru akan relatif membantu sehingga genset bisa hidup dan MCK (mandi, cuci, kakus) bisa jalan," katanya.

Akibat kurangnya pasokan bahan bakar minyak (BBM) ini membuat relawan tidak bisa bergerak untuk mendistribusikan logistik karena motor tidak bisa dipakai.

"Ini juga mempengaruhi distribusi logistik. Ini sebenarnya yang paling serius," lanjut politisi Partai NasDem ini.

Kedua, permasalahan listrik.

Hampir seluruh wilayah Sulawesi Tengah menurutnya masih belum memperoleh aliran listrik.

Untuk pemulihan akan butuh waktu yang lama, di dalam kota bisa satu minggu dan di luar kota bisa sampai satu bulan lebih.

"Problem listrik mati ini karena infrastruknya yang hancur. Tiang-tiang hancur dan penggantian butuh waktu lama. Sehingga bensin ini dipercepat dan bensin juga mempengaruhi MCK. Di Palu ini jorok luar biasa karena tidak ada air untuk MCK dan tidak bisa menaikkan air karena genset mati," imbuhnya.

Masalah lain yaitu air bersih untuk MCK dan kebutuhan rumah tangga. Selanjutnya yaitu terkait penyaluran logistik. (*)

TONTON JUGA:

Editor: Tri Hantoro
Sumber: Tribun Bali

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved