Terkini Nasional
Fakta Gas Air Mata Polisi Sudah Kedaluwarsa Sejak 2021, Mata Korban Kanjuruhan Masih Pendarahan
TRIBUN-VIDEO.COM - 10 hari pasca-kerusuhan di Stadion Kanjuruhan, mata sejumlah korban yang terkena gas air mata milik pihak kepolisian nyatanya tak kunjung membaik.
Mata para korban kerusuhan tersebut, masih memerah.
Di media sosial Twitter, salah seorang korban membagikan kondisi terkini matanya.
"Sudah seminggu, kondisi mata korban gas air mata di Kanjuruhan masih merah seperti ini," tulisnya.
Dilansir dari Kompas TV, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) juga mencatat, hampir semua korban tragedi Kanjuruhan mengalami luka di bagian mata pasca penembakan gas air mata oleh petugas keamanan.
Mereka di antaranya Fabianca Cheendy Chairun Nisa (14), Rafi Atta Dzia'ul Hamdi (14 tahun), Yuspita Nuraini (25), M. Iqbal (16), dan Ahmad Afiq Aqli.
Semua korban itu sama-sama mengalami pendarahan dalam mata akibat gas air mata.
Yang terbaru, ternyata gas air mata yang dipakai polisi saat menangani kerusuhan yang menewaskan 131 orang tersebut sudah kedaluwarsa.
"Ya, ada beberapa yang ditemukan ya. Yang tahun 2021, ada beberapa ya," kata Dedi di Kantornya, Jakarta Selatan, Senin (10/10/2022).
Namun dia tak merinci total gas air mata yang kedaluwarsa tersebut.
Dia hanya menyatakan bahwa gas air mata tersebut masih dalam proses pendalaman laboratorium forensik (labfor).
"Saya belum tahu jumlahnya tapi masih didalami oleh labfor tapi ada beberapa. Tapi sebagian besar yang digunakan adalah ini. Ya tiga jenis ini yang digunakan," pungkasnya.
Baca: Polri Akui Beberapa Gas Air Mata Telah Kedaluwarsa Ditemukan di Stadion Kanjuruhan
Apakah Bisa Sembuh?
Spesialis mata anak dari Jakarta Eye Center (JEC) Dr. Florence M. Manurung mengatakan, luka di bagian mata para korban tragedi Kanjuruhan itu disebut subkonjungtiva bleeding atau perdarahan pembuluh darah kecil sekitar bola mata.
Kondisi itu bisa terjadi karena dua faktor, yakni pasien menggosok mata atau mata terkena trauma tumpul.
Dilansir dari Mayo Clinic, jaringan konjungtiva yang merupakan lapisan transparan di mata itu tidak dapat menyerap darah dengan sangat cepat sehingga darah terperangkap.
Seseorang bahwa mungkin tidak menyadari bahwa mereka mengalami subkonjungtiva bleeding sampai melihatnya ke cermin dan memperhatikan bahwa bagian putih mata itu berwarna merah.
Menurut Florence, subkonjungtiva bleeding ini bisa saja terjadi ketika seseorang yang terpapar gas air mata tidak segera membasuh matanya dengan air.
Sebab, hal itu dapat memicu orang tersebut untuk menggosok mata sehingga menyebabkan mata terluka.
"Gas air mata tidak menyebabkan kebutaan. Namun harus segera disiram air bersih yang mengalir agar pasien tidak mengucek mata akibat nyeri," ucapnya, saat dihubungi oleh Kompas.com, Minggu (9/10/2022).
Kucek mata, menurut Florence, akan memyebabkan luka di permukaan mata (kornea) yang dikenal dengan erosi kornea.
Subkonjungtiva bleeding bisa ditangani dengan memberikan tetes mata antibiotik oleh dokter mata dan akan sembuh dalam beberapa hari.
"Umumnya (subkonjungtiva bleeding) tidak berbahaya dan tidak menyebabkan kerusakan mata atau tidak menyebabkan gangguan penglihatan," terang Florence.
Subkonjungtiva bleeding dapat hilang dan sembuh dengan sendirinya. Menurut Healthline, subkonjungtiva bleeding akan berangsur-angsur sembuh dengan sendirinya dalam 7 sampai 14 hari.
Namun, Florence mengatakan, jika subkonjungtiva bleeding disertai gangguan penglihatan dan nyeri yang hebat di area mata, maka harus segera ke dokter.
Baca: Protes Aremania karena 8 Polisi Eksekutor Gas Air Mata Tak Dijadikan Tersangka: Namanya Tak Ada
Gas Air Mata Tak Mematikan
Irjen Dedi Prasetyo menambahkan ratusan orang yang meninggal di kerusuhan Stadion Kanjuruhan bukan karena gas air mata.
Keyakinan tersebut disampaikan seusai mendapatkan keterangan dari para ahli hingga dokter spesialis dalam, paru, mata hingga THT.
"Tidak satu pun (ahli dan dokter) yang menyebutkan bahwa penyebab kematian adalah gas air mata tapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen," kata Dedi.
Dedi menuturkan bahwa ratusan korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan disebut karena terinjak hingga berdesak-desakan yang mengakibatkan kekurangan oksigen.
Dengan kata lain, bukan karena terdampak gas air mata polisi.
"Karena apa? Terjadi berdesak-desakan terinjak-injak, bertumpuk-tumpukan mengakibatkan kekurangan oksigen di pada pintu 13, pintu 11, pintu 14, dan pintu 3. Ini yang jadi korbannya cukup banyak," ungkapnya.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan bahwa para ahli dan dokter spesialis menyatakan bahwa dampak gas air mata hanya menyebabkan iritasi mata, kulit, hingga pernafasan.
"Dokter spesialis mata menyebutkan ketika kena gas air mata pada mata khususnya memang terjadi iritasi, sama halnya seperti kita kena air sabun. Terjadi perih tapi pada beberapa waktu bisa langsung sembuh dan tidak mengakibatkan kerusakan yang fatal."
"Sama halnya gas air mata juga kalau terjadi iritasi pada pernafasan pun sampai saat ini belum ada jurnal ilmiah yang menyebutkan ada fatalitas gas air mata yang mengakibatkan orang meninggal dunia," jelasnya.
Dedi menambahkan gas air mata tak memiliki racun yang dapat mengakibatkan kematian seseorang.
Hal itu pun sesuai dengan jurnal ilmiah hingga keterangan para ahli.
"Di dalam gas air mata tidak ada toksin atau racun yang mengakibatkan matinya seseorang. Tentunya ini masih butuh pendalaman-pendalaman lebih lanjut. Apabila ada jurnal ilmiah baru, temuan yang baru tentu akan menjadi acuan juga bagi tim investigasi bentukan bapak Kapolri masih terus bekerja," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di TribunJakarta.com dengan judul Mata Korban Kanjuruhan Masih Pendarahan, Ternyata Gas Air Mata Polisi Sudah Kedaluwarsa Sejak 2021
#gas air mata #polisi #Tragedi Stadion Kanjuruhan #Aremania
Sumber: TribunJakarta
Tribunnews Update
Polisi Beberkan Alasan Tangguhkan Penahanan Mahasiswi ITB Pengunggah Meme Prabowo-Jokowi Ciuman
2 hari lalu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.