Senin, 12 Mei 2025

Terkini Daerah

Korban Rudapaksa oleh Herry Wirawan Belum Mau Bicara dengan Orang Luar, Termasuk dengan KPAID

Rabu, 15 Desember 2021 11:26 WIB
Tribun Jabar

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Firman Suryaman

TRIBUN-VIDEO.COM, TASIKMALAYA - Di Tasikmalaya, korban rudapaksa yang dilakukan Herry Wirawan belum mau berbicara dengan orang luar.

Orang tua korban rudapaksa itu juga trauma mengetahui nasib anak perempuan mereka.

"Tidak hanya korban yang trauma, tapi juga orang tua sebenarnya sangat syok," kata Ketua KPAID Kabupaten Tasikmalaya, Ato Rinanto, Selasa (14/12/2021).

Menurutnya, orang tua korban trauma karena anak perempuan mereka harus menerima kenyataan hidup yang nestapa.

"Hingga saat ini mereka (orang tua korban) masih belum bisa menerima kenyataan pahit yang menimpa anak kesayangan mereka," ujar Ato Rinanto.

Hanya, ucapnya, orang tua lebih bisa mengontrol sikap dan perasaan.

"Berbeda dengan ananda yang menjadi korban, hingga saat ini masih belum mau berbicara dengan orang luar termasuk dari KPAID," ujar Ato Rinanto.

Padahal keberadaan KPAID untuk mendampingi supaya mengurangi beban psikologis yang harus ditanggung korban.

"Kami terus berupaya, di tengah kesibukan mengurusi kasus lainnya, berupaya agar secepatnya bisa berkomunikasi dengan korban," kata Ato.

Terlebih sejak kasus ini muncul bulan Mei, korban yang kemudian dipulangkan bersama para korban lain belum pernah mendapatkan upaya trauma healing.

"Ada kekhawatiran kondisi psikisnya bertambah buruk. Karenanya mudah-mudahan dalam waktu satu atau dua hari ke depan kami sudah bisa mendampingi," ujar Ato Rinanto.

Baca: Kondisi Korban Herry Wirawan, Sudah Mau Sekolah Lagi tapi Takut Diketahui Identitasnya

Jokowi Taruh Perhatian

Kasus rudapaksa 12 santriwati di Kota Bandung oleh Herry Wirawan mendapat perhatian serius dari Presiden Jokowi.

Presiden Jokowi menugaskan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Bintang Darmawati untuk ke Bandung.

"Pak Jokowi memberikan perhatian serius," kata I Gusti Bintang Darmawati di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung.

Ia menerangkan, Jokowi meminta agar negara hadir dalam kasus santriwati dirudapaksa guru pesantren ini.

"Memberikan tindakan tegas, salah satunya dengan mengawal kasus ini," ujar I Gusti Ayu.

Presiden, kata dia, menginstruksikan agar Kementerian PPPA berkoordinasi lintas sektoral dengan berbagai intansi di daerah, salah satunya dengan Kejati Jabar.

"Bapak Presiden memerintahkan kepada kami untuk berkoordinasi lintas sektoral dan Bapak Kejati sudah bertindak cepat, terkait kebutuhan korban. Kita harus mengawal sampai tuntas, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar anak-anak," katanya.

Soal para korban yang masih anak-anak, Kementerian PPPA juga menaruh perhatian lebih untuk memastikan para korban mendapatkan pemenuhan hak dan kebutuhan dasar.

"Intinya, Presiden memberikan perhatian yang sangat serius terhadap kasus ini karena ini sudah termasuk kejahatan yang sangat luar biasa," ucapnya.

Baca: Heboh Penampakan Wajah Babak Belur Herry Wirawan Diduga Dikeroyok, Ternyata Hanya Editan

Ancaman 20 Tahun Penjara dan Ganti Rugi

Publik menginginkan agar Herry Wirawan pelaku rudapaksa 12 santriwati dihukum mati. Sayangnya, dakwaan jaksa untuk guru pesantren itu tidak menyertakan ancaman hukuman mati.

Herry Wirawan didakwa dua pasal dalam Undang-undang Perlindungan Anak.

Pasal 81

Ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan paling singkat 3 tahun dan denda paling banyak Rp 300 juta.

Ayat 2
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Ayat 3
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 76 D

Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.

Di aturan itu, tampak tidak ada ancaman hukuman mati melainkan maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun. Tapi karena Herry Wirawan si pelaku rudapaksa santriwati ini berprofesi sebagai guru, berlaku pasal 81 ayat 3.

Artinya, dari ancaman maksimal 15 tahun, ditambah 1/3 sehingga bisa maksimal 20 tahun.

"Kalau masyarakat mau predator anak dibikin sakit sesakit-sakitnya, ya hukuman mati saja. Tapi perlu revisi dulu terhadap UU Perlindungan Anak," kata ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel, belum lama ini. (*)

Artikel ini telah tayang di TribunJabar.id dengan judul Jadi Korban Rudapaksa oleh Herry Wirawan, Anak Perempuan di Tasik Belum Mau Bicara dengan Orang Luar

Editor: Tri Hantoro
Video Production: Restu Riyawan
Sumber: Tribun Jabar

Tags
   #rudapaksa   #Herry Wirawan   #Tasikmalaya   #KPAID

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved