Kamis, 15 Mei 2025

ON THE SPOT

ON THE SPOT | Jalan-jalan ke Lembata dan Belajar di Center Pekka Keru Baki

Sabtu, 25 Januari 2020 19:27 WIB
Pos Kupang

Laporan Reporter POSKUPANGTRAVEL.COM INTAN NUKA

TRIBUN-VIDEO.COM - Hari itu, Sabtu (18/1/2020), Kota Lewoleba sangat terik. Saya melirik jam tangan. Pantas saja rasanya matahari berada di atas kepala, ternyata sudah pukul 12.30 Wita.

"Berapa lama perjalanan ke sana?" tanya saya pada seorang teman. Ia menjawab singkat, "45 menit saja." Saya meneguk air mineral dan menghela nafas. Lumayan, kata saya dalam hati.

Kedatangan saya ke Lembata bukan tanpa tujuan. Selain wisata alam dan bahari yang sangat luar biasa, Lembata pun menawarkan keunikan budaya dan tradisi yang khas.

Salah satunya yang bisa dikunjungi ialah Center Pekka Keru Baki Lembata. Pekka sendiri merupakan akronim dari Perempuan Kepala Keluarga.

Awalnya saya ragu. Bagaimana mungkin perempuan menjadi seorang kepala keluarga?

Apalagi budaya patriarki sungguh melekat dalam adat istiadat orang Lembata dan NTT pada umumnya. Namun, karena hal itulah maka saya ingin melihat kerja-kerja Pekka lebih dekat.

Center Pekka Keru Baki Lembata berlokasi di Desa Amakaka, Kecamatan Ile Ape, Kabupaten Lembata.

Jaraknya dari Kota Lewoleba kurang lebih 20-an kilometer dengan waktu tempuh sekitar 45 menit menggunakan sepeda motor. Para pengunjung juga bisa menyewa mobil rental atau kendaraan roda empat lainnya.

Pengunjung akan melewati beberapa desa dengan kondisi jalanan yang idak terlalu bagus. Sebagian jalan berlubang, rusak, dan berdebu. Namun, sepanjang perjalanan pengunjung akan disuguhi langsung pemandangan indah Gunung Ile Ape di sebelah timur.

Masyarakat sering menyebutnya Gunung Ile Lewotolok. Bahkan saat memasuki desa Amakaka, pengunjung akan langsung menikmati pesona pantai di sebelah kiri jalan dan bisa langsung memandang ke lautan lepas.

Tiba di Center Pekka pukul 13.20 Wita, kami disambut oleh Ina-Ina (ibu-ibu) yang sedang menikmati makan siang di dapur Pekka.

Pandangan saya terarah pada pantai yang berjarak tidak sampai 100 meter dari tempat saya berdiri. Saya pun melempar mata ke arah rumah bambu berwarna kuning, berbagai tanaman, dan media tanam hidroponik di halaman. Tempat ini mengagumkan!

Usai menyampaikan maksud kedatangan saya, Melty Carmelita sebagai salah satu relawan mulai menjelaskan tentang Center Keru Baki Pekka Lembata. Pekka sendiri resmi berdiri pada 2 Februari 2002 di Desa Helanglangowuyo, Pulau Adonara Kabupaten Flores Timur dengan tiga kelompok pertama.

Para perempuan yang tergabung dalam Pekka ialah perempuan yang tidak menikah, perempuan yang ditinggalkan oleh suami yang merantau, perempuan yang ditinggal mati, dan perempuan yang mengalami permasalahan rumah tangga.

Program ini bertolak dari posisi perempuan yang masih diskriminatif di dalam masyarakat tradisional dan posisi mereka masih belum bisa diakui sebagai kepala keluarga.

"Dalam program Pekka ini ada banyak sekali kegiatan, di antaranya koperasi, LKM, kebun organik, dan menenun. Pekka Lembata baru berdiri tahun 2012 dan anggotanya sekarang sudah sekitar 500-an jiwa," jelas Melty.

Fasilitator Pekka Lembata, Bernadete Deram Langobelen menjelaskan, kelompok Pekka mendeklarasikan diri sebagai Serikat Pekka pada tahun 2009.

Berbagai capaian di bidang kehidupan juga telah dilakukan selama proses pemberdayaan berlangsung.

Serikat Pekka kini sudah memiliki tiga koperasi besar dan tiga Pekka Mart di center masing-masing. Serikat Pekka juga mengadakan keaksaraan fungsional di semua kelompok Pekka.

Hal tersebut dilakukan karena rata-rata anggota Pekka buta huruf. Mereka juga sudah menyelesaikan sekolah paket. Paket A sebanyak 14 orang, paket B 36 orang, paket C 99 orang. Para anggota yang mengikuti sekolah akademi Paradigta sebanyak 233 perempuan dan mereka sudah menjadi pengurus desa, aparatur desa, dan pengelola BUMDes.

Bahkan, terdapat tiga kader Pekka di Larantuka yang menjadi kepala desa, sekretaris desa, dan lainnya mengisi jabatan-jabatan fungsional lain di tingkat pemerintahan desa. Kini, para perempuan di Pekka Lembata yang akan menunjukkan hasil yang mereka peroleh selama pemberdayaan di Center Pekka Keru Baki Lembata.

Setelah berbincag-bincang tentang bagaimana para perempuan menerobos budaya patriarki yang kuat dan menunjukkan kemampuan mereka, saya pun mencoba untuk melihat-lihat sekeliling center.

Dimulai dari aula, para perempuan Pekka akan berlatih menjahit. Terdapat beberapa mesin jahit diatur rapi di dalam sana. Halaman center juga dipenuhi berbagai tanaman termasuk di dalamnya tanaman hidroponik.

Tersedia tiga kamar homestay di Center Pekka Lembata, tapi tidak disewakan. Center Pekka merupakan rumah pemberdayaan, sehingga homestay tersedia bagi tamu Pekka yang ingin menginap, atau siapapun yang ingin mengenal lebih dalam tentang pemberdayaan Pekka.

Para pengunjung yang mampir ke Center Pekka boleh membeli cinderamata kerajinan tangan Ina-Ina Pekka berupa kain selendang, kain tenun, dan kerajinan lokal lainnya. Selendang tenun dipatok dengan harga Rp100-250 ribu.

Sedangkan kain tenun dibanderol dengan harga Rp600 ribu-Rp3.5 juta.

Tersedia pula Lekar, anyaman wadah yang digunakan untuk menyimpan beras, jagung, dan beberapa barang lainnya. Lekar sering digunakan dalam proses hantaran adat dalam upacara pernikahan atau upacara adat lainnya.

Satu lagi bonus dari perjalanan saya ke Center Pekka, menikmati indahnya laut langsung dari pinggir pantai.

Ada tiga tempat yang disiapkan bagi pengunjung center yang ingin menikmati suasana pantai.

  • Pertama, kursi kayu panjang di tepian pantai. Pengunjung bisa mengabadikan momen matahari terbenam di tempat ini atau turun ke bebatuan pantai di bawahnya.
  • Kedua, jembatan titian yang langsung menjorok ke laut. Desain kayu di jembatan ini semakin memberi kesan romantis bagi pengunjung yang ingin mengabadikan momen bersama orang-orang terdekat.

    Sejauh mata memandang hanya ada laut lepas yang teduh dan samar-samar Gunung Batutara. Rupa gunung berapi aktif itu seperti menyembur dari dalam laut.
  • Ketiga, lopo kecil di sebelah kanan. Lopo kecil itu bisa digunakan untuk duduk santai atau tidur menikmati sejuknya angin laut.

Saya tak ingin membuang kesempatan berharga tersebut. Saya menikmati indahnya sore itu sambil berfoto dengan latar matahari yang akan terbenam.

Perjalanan wisata saya ke Lembata kali ini sangat memuaskan.

Saya belajar bahwa di sebuah desa di kaki gunung Ile Lewotolok yang terkenal sebagai salah satu gunung berapi aktif di Lembata itu, terdapat para perempuan hebat yang berjuang mendobrak stereotip negatif yang melekat dalam diri mereka karena berstatus janda.

Mereka berusaha untuk menjadi kepala keluarga dan menghidupi keluarga mereka sendiri. Tak hanya itu, saya mendapatkan bonus wisata alam yang menenangkan hati dan pikiran saya walau sejenak.

Mimpi para perempuan Pekka Lembata memang belum tuntas. Telah tersedia lahan seluas hampir 8 hektare yang bakal dimanfaatkan sebagai kebun kapas rakyat (kekar). Kapas pernah tumbuh di desa-desa di Kecamatan Ile Ape dan digunakan sebagai bahan baku menenun kain.

Namun seiring berjalannya waktu tanaman serat asli ini mulai hilang dan dilupakan. Padahal aktivitas menenun masih terus dilakoni para perempuan di Lembata.

Untuk mewujudkan mimpi membuka kebun kapas ini, Center Pekka Lembata menggandeng Toraja Melo dan para praktisi profesional. Mereka hanya ingin tanaman kapas kembali berjaya di Lembata dan bernilai ekonomis bagi masyarakat.

Jika mimpi ini terwujud, maka Kebun Kapas Rakyat (Kekar) Center Pekka Lembata akan menjadi kebun kapas terbesar dan menjadi salah satu lokasi yang layak dikunjungi.(*)

Editor: fajri digit sholikhawan
Sumber: Pos Kupang

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved