Selasa, 14 Oktober 2025

Travel

Nyawa "Horbo Lae-lae" untuk Kemakmuran Bius Tomok dan Tolak Bala di Danau Toba

Minggu, 1 Desember 2019 12:32 WIB
Tribun Medan

Laporan Wartawan Tribun Medan, Arjuna Bakkara

TRIBUN-VIDEO.COM, TOMOK - Pada hari kedua acara "horja Bius" Tomok 2019 seekor kerbau diarak ke tengah halaman rumah adat Batak oleh kelompok Raja-raja Bius tepatnya di Desa Tomok, Kecamatan Simanindo, Pulau Samosir, Sabtu (29/11/2019).

Daulat Ambarita yang berstatus boru/pengambil istri dari marga Parna dalam Raja Bius Tomok ditugaskan memimpin eksekusi seekor kerbau yang telah ditambatkan.

Diiringi tabuhan gendang Batak "gondang sabangunan" kerbau jantan pun ditambatkan di "borotan" (sebatang kayu yang ditancapkan berdiri) sambil dikelilingi manortor.

Muncung hingga leher kerbau pelean/persembahan diikat pakai rotan yang dijalin seukuran jari orang dewasa.

Orang-orang manortor mengikuti irama gondang dan sarune yang meliuk-liuk.

Terkadang khusuk, dan terkadang tampak bergembira penuh sukacita sesuai irama dan tabuhan gondang yang dialunkan.

Sebelum eksekusi atau "mangalahat" (menyembelih dengan tomkan) oleh Daulat Ambarita, para Raja Bius 8 marga yang ada di Tomok dipersilahkan "marsatti" (membuat persembahan) sekaligus mangaliat (manortor berkeliling).

Dalam kesempatan ini, para Raja Bius juga mengajak etnis di luar Batak seperti suku Jawa yang sudah tinggal di Tomok manortor, tak terkecuali wisatawan.

Sehari sebelumnya, berpakaian adat Batak lengkap dan berselempang ulos sejumlah warga dua desa di Tomok berbondong-bondong ziarah ke Makam Raja Sidabutar selaku penguasa Tomok di Desa Tomok Parsaoran, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir, Jumat (29/11/2019).

Prosesi ini merupakan awal dari diselenggarakannya ritual "Horja Bius" yang merupakan upacara adat Tradisional Batak Toba secara khusus di Bius Tomok.

Ketua Panitia pelaksana Amput Sidabutar menjelaskan, dalam pelaksanaan "Horja Bius" 2019 ini sehari sebelumnya mereka diawali berziarah ke Makam leluhur penguasa Tomok Raja Sidabutar, sekaligus berdoa kepada Tuhan Maha Pencipta.

Selanjutnya, bergerak menuju Pantai Danau Toba melanjutkan doa-doa kepada "Saniang Naga Laut" yang biasanya disapa "Namboru" selaku titisan Tuhan yang berkuasa atas air, khususnya Danau Toba.

Dalam pelaksanaannya, para Raja Bius menghadirkan "Datu" atau ahli spritual yang mampu menerawang hal apa yang akan terjadi, serta apa yang harus dihindari sehingga bala bisa dijauhkan.

Dalam hal ini, Datu akan berpesan tentang apa yang selayaknya dikerjakan untuk melengkapi nazar yang sudah dilaksanakan.

Ada pun doa yang disampaikan di Danau Toba agar kiranya musibah-musibah dijauhkan dari Danau Toba.

Orang-orang sekitar Danau Toba pun diberkati dan diberi kesehatan oleh Sang Maha Pencipta dalam menyambung hidup, termasuk para wisatawan dijauhkan dari mara bahaya.

"Kita juga berdoa kepada tuhan, agar bencana dijauhkan dari Danau Toba. Dan juga para wisatawan baik orang-orang yang beraktivitas di Danau Toba dilindungi," beber personil Band Batak Marsada Band asal Pulau Samosir ini.

Dalam ritualnya adapun media doa-doa dalam ritual ke "Mual Natio Tao Toba" Danau Toba kata Amput, disembelih seekor kambing putih.

Termasuk ikan Batak (Ihan Batak), Napinadar, Itak Gurgur dan Itak nahinopingan (sejenis makaanan tradisional Batak berbahan tepung beras), sirih dan lainnya turut disajikan sebagai media doa-doa ke "Debata Mulajadi Nabolon" Tuhan Maha Pencipta.

Sekitar Pukul 15.30 WIB, tibalah saatnya seekor kerbau "horbo lae-lae" segera dieksekusi/ "dilahat".

Ama Tiarlin Sijabat selaku yang masih Penganut agama Batak Parmalim pun kemudian dituakan "manguras" atau mensucikan kerbau di borotan pakai percikan air jeruk purut.

Selanjutnya, diserahkan kepada Daulat Ambarita yang berstatus boru/pengambil istri dari marga Parna Bius Tomok.

Memegang tombak sambil manortor sesuai irama gondang tiupan saune, Daulat mengelilingi "horbo lae-lae".

Ujung Tombak pun diarahkan ke leher kerbau, dan langsung diikuti para eksekutornya melanjutkan penyembelihan.

Darah segar pun mengucur dari leher kerbau, kemakmuran pun diharapkan segera tercapai di Bius Tomok sesuai yang mereka yakini.

Amput Sidabutar kembali menceritakan, kerbau itu disebut dengan "Horbo lae-lae. Jenis kerbau ini sengaja dipilih tidak terlalu muda dan tidak terlalu tua.

Hilangnya nafas kerbau itu diharapkan sekaligus membawa hilangnya segala bala atau kejadian-kejadian tak diinginkan dpada Bius Tomok.

"Tujuannya, supaya bala yang pernah ada di sini hilang bersama hilangnya nyawa kerbau kurban di Bius Tomok ini,"terangnya.(*)

Editor: Radifan Setiawan
Sumber: Tribun Medan

Tags
   #Danau Toba   #wisata di Samosir   #Samosir

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved