Local Experience
Tradisi Penenun Ulos dari Nenek Moyang hingga saat Ini di Bustak Nabirong Toba
Download aplikasi berita TribunX di Play Store atau App Store untuk dapatkan pengalaman baru
TRIBUN-VIDEO.COM - Bustak Nabirong, sebuah desa di Banua Huta, Kecamatan Siugumpar, Kabupaten Toba, dikenal sebagai Desa Penenun.
Hal ini bukan tanpa alasan, karena tradisi menenun di desa ini telah berlangsung turun-temurun, dimulai dari nenek moyang hingga anak cucu.
Di desa ini, sebagian besar penduduknya masih aktif menggeluti seni tenun tradisional yang dikenal dengan nama Tumtuman.
Tumtuman yang kini menjadi simbol budaya, sering digunakan dalam acara adat dan pernikahan, baik sebagai sarung maupun selendang.
Tiurma Siagian (38), satu di antara penenun di Bustak Nabirong mengungkapkan, meskipun proses pembuatan kain Tumtuman memakan waktu dua minggu lamanya, namun ia merasa bahagia karena dengan menjadi seorang penenun, ia dapat menghidupi keluarganya.
“Tumtuman ini saya kerjakan dengan senang hati, karena dari sinilah sumber penghasilan saya agar bisa menghidupi keluarga,” ucap Tiurma saat ditemui di kediamannya.
Menurut Tiurma, Bustak Nabirong kerap dijuluki sebagai "Desa Penenun" karena mayoritas warganya terlibat dalam dunia tenun.
“Orang tua terdahulu sudah bertenun sejak dahulu kala, kita sebagai anak cucu inilah yang belajar dan meneruskan dari mereka,” tuturnya sambil menenun Tumtuman.
Tiurma juga menambahkan, bahwa meski dahulu kala kain Pinuccaan menjadi produk utama, saat ini mereka cenderung menenun ulos untuk Tumtuman, yang lebih sering digunakan dalam acara adat dan pernikahan.
Ia pun berharap, hasil tenunan yang dikerjakan dengan sepenuh hati dapat memberikan manfaat bagi banyak orang dan terus mempertahankan budaya yang diwariskan dari nenek moyang mereka.
"Semoga dengan kita bertenun ini, hasil yang kita dapatkan bisa bermanfaat bagi keluarga dan banyak orang, serta mempertahankan budaya yang diturunkan dari nenek moyang kita zaman dahulu," harap Tiurma.
Menjaga Kualitas dan Menghadapi Tantangan Rosita Siagian (59), yang juga seorang penenun di Bustak Nabirong, telah menjalani profesi ini sejak tahun 1991.
Berbeda dengan Tiurma yang kini lebih banyak menenun Tumtuman, Rosita turut berperan penting dalam melestarikan seni tenun ini dengan meneruskannya ke anaknya, Nanianti Hasibuan (29), yang kini juga aktif sebagai penenun.
Rosita bercerita tentang bagaimana ia berupaya untuk terus mempertahankan tradisi ini agar tidak hilang begitu saja. “Daripada penenun ini berhenti, jadi saya teruskan ke anak saya, Nanianti. Dan ia sekarang juga sudah menjadi penenun ulos,” ujar Rosita bangga.
Menurutnya, menjadi seorang penenun ulos bukan hanya soal menghidupi keluarga, tetapi juga mewarisi budaya leluhur yang sangat berharga.
“Kami menenun Tumtuman ini, bisa menambah pencaharian suami kami. Kami dapat duit untuk anak sekolah, belanja, dan keperluan lainnya,” ungkap Rosita.
Tidak hanya itu, keberadaan pemerintah pun turut mendukung para penenun di Bustak Nabirong, seperti yang disampaikan Rosita mengenai bantuan yang mereka terima.
"Kami sangat bangga melihat pemerintah karena permohonan kami dipenuhi. Kami mendapatkan alat tenun sepasang setiap orang dan benangnya juga diberikan jika kita membuat proposal,” lanjutnya.
Di samping itu, Rosita juga mengajak orang-orang yang tertarik untuk datang melihat langsung proses pembuatan tenun di desanya.
“Bagi orang-orang yang mau melihat proses kami bertenun, bisa datang ke kampung kami ini. Kami juga menerima pesanan, jika ada yang berminat bisa memesan langsung ke kami,” kata Rosita.
Saat ditemui bersama sang ibu, Nanianti Hasibuan (29) mengungkapkan, bertenun adalah bagian dari kehidupannya sejak usia 15 tahun.
Kini, ia terus menjalankan pekerjaan ini sebagai sumber kehidupan, dan juga menghidupkan tradisi yang telah ada di keluarganya.
Seperti ibunya dan neneknya, Nanianti merasa bangga bisa terus melestarikan seni menenun ini, terlebih ia mendapatkan penghasilan dari hasil tenunannya.
Namun, menjadi seorang penenun tidaklah mudah.
Pekerjaan ini membutuhkan ketelitian dan kesabaran, lantaran benang yang digunakan sangat halus dan mudah putus.
“Dalam menenun, kita perlu ketelitian, kehati-hatian dan kesabaran karena benangnya halus, jadi mudah putus,” jelas Tiurma.
Hal ini menunjukkan, selain sebagai pekerjaan yang menguntungkan, menenun juga membutuhkan keahlian khusus dan kesabaran yang tinggi.
Ekonomi Desa yang Berkembang Melalui Keterampilan Menenun Mayoritas penduduk pria di Bustak Nabirong adalah petani yang menanam padi, jagung, dan ubi.
(CR34/tribun-medan.com)
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul Menyelami Tradisi Penenun Tumtuman di Bustak Nabirong, Warisan Leluhur hingga Pemberdayaan Ekonomi
Program: Local Experience
Editor Video: Akmal Khoirul Habib
#localexperience #indonesia #viral #kainulos #tradisi #penenun #toba #sumatera #ulos
Video Production: Akmal KhoirulHabib
Sumber: Tribun Medan
Local Experience
Fashion Eksklusif dari Alam, Keunikan Ecoprint yang Membuka Peluang Usaha di Kalimantan Tengah
1 hari lalu
Local Experience
Pusat Pengembangan Ayam Hibrida di Balikpapan, Hasilkan Jenis Ayam Kampung Mahar
1 hari lalu
Local Experience
Coffee Hollic Medan, Tempat Berkumpul Santai, Ngopi dan Menikmati Camilan Favorit
2 hari lalu
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.