Sabtu, 15 November 2025

Ribka Tjiptaning Dibela PDIP: Siap Hadapi Laporan Soal Kritik Gelar Pahlawan Soeharto

Jumat, 14 November 2025 15:26 WIB
Tribunnews.com

TRIBUN-VIDEO.COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning dilaporkan Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Rabu (12/11/2025).

Laporan itu terkait pernyataan Ribka yang mengkritik gelar pahlawan nasional untuk Presiden Ke-2 RI Soeharto.

Menurut pelapor, Ribka telah menyampaikan pernyataan yang menyesatkan dan memuat unsur kebencian serta berita bohong atau hoaks.

Presiden ke-2 RI Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional oleh Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto dalam peringatan Hari Pahlawan yang jatuh pada Senin (10/11/2025).

Soeharto dikategorikan sebagai pahlawan bidang perjuangan. Ia diberikan gelar pahlawan nasional lantaran perjuangannya menonjol sejak masa kemerdekaan. 

Pemberian tanda kehormatan tersebut dilakukan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto kepada Bambang Trihatmodjo dan Siti Hardijanti Rukmana (Tutut Soeharto) selaku ahli waris di Istana Negara, Jakarta.

Penganugerahan gelar pahlawan kepada Soeharto telah diselimuti pro-kontra, mengingat adanya sederet rekam jejak kelam di masa Orde Baru.

Politisi PDIP Ribka Tjiptaning termasuk yang keras menolak usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 Soeharto. 

Ribka mempertanyakan alasan Soeharto yang berkuasa selama 32 tahun  diberi gelar Pahlawan Nasional. 

Ribka menilai, Soeharto tak pantas diberi gelar Pahlawan Nasional.

Sebab, selama ia berkuasa menjadi presiden, banyak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi dan telah membunuh jutaan rakyat.

Ribka dilaporkan Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Rabu (12/11/2025).

Koordinator ARAH, Iqbal menyatakan pihaknya melaporkan Ribka ke Bareskrim Polri terkait pernyataan Ribka yang menyebut Soeharto pembunuh jutaan rakyat.

Pelapor membawa sejumlah bukti dari media atas penyataan Ribka yang dinilai menyesatkan.

Tak cuma itu, Iqbal menilai pernyataan Ribka mengandung ujaran kebencian serta penyebaran berita bohong.

Menurut Iqbal, pernyataan itu tidak berdasar sebab tidak terdapat putusan pengadilan yang menyatakan Soeharto melakukan pembunuhan terhadap jutaan rakyat.

Pihak pelapor melaporkan kasus ini ke Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dengan dugaan pelanggaran Pasal 28 juncto Pasal 45 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Laporan ini tidak mengatasnamakan nama keluarga Cendana, namun inisiatif pelapor untuk menjaga ruang publik dari penyebaran informasi tidak benar.

PDIP memberikan respons soal adanya langkah hukum dari Aliansi Rakyat Anti-Hoaks (ARAH) ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri terhadap Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning.

Menurut Politisi PDIP Guntur Romli, pelaporan yang menyeret Ribka Tjiptaning itu adalah murni upaya kriminalisasi dan pembungkaman terhadap pihak yang kontra terhadap penetapan Presiden ke-2 Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Sebab, apa yang disampaikan oleh Ribka dalam kritiknya menurut Guntur Romli, sesuai dengan fakta dari Komnas HAM.

Romli berpandangan, apa yang disampaikan oleh Ribka dalam kritiknya sesuai dengan fakta sejarah.

Menurut mereka, Soeharto memang tidak layak mendapatkan gelar pahlawan nasional karena sederet rekam jejaknya yang dinilai sebagai pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Guntur menganggap alasan pelaporan terhadap Ribka mengada-ada. Pasalnya, dia menilai apa yang disampaikan Ribka berdasarkan fakta yang ditemukan oleh Tim Pencari Fakta dari Komnas HAM.

Politisi PDIP Ribka buka suara terkait pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri, buntut ucapannya yang menyebut Presiden ke-2 RI, Soeharto sebagai 'pembunuh jutaan rakyat'.

Terkait pelaporan dirinya ke Bareskrim Polri tersebut, Ribka mengaku siap menghadapinya.

Tak hanya itu, Ribka juga menegaskan, sebagai warga negara yang baik ia pasti akan hadir, jika nanti ia dipanggil untuk  pemeriksaan oleh Bareskrim.

Ribka, yang akrab disapa Mbak Ning, menjelaskan bahwa dalam negara demokrasi, semua orang bebas berpendapat. 

Perbedaan pandangan, menurut dia, tidak semestinya merusak prinsip-prinsip demokrasi yang telah disepakati bersama.

Ribka juga mengingatkan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, secara resmi telah mengakui adanya 12 peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di berbagai daerah.

Ia menuturkan, perbedaan pandangan merupakan hal wajar. Bahkan, menurut dia, pandangan Jokowi mengenai pelanggaran HAM bisa berbeda dengan Presiden Prabowo Subianto yang mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan nasional.

Oleh karena itu, Ribka mengajak publik untuk berdiskusi secara sehat dan berbasis fakta.

Ia menyatakan masih ada jutaan korban dan keluarga korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) pada era Presiden ke-2 RI, Soeharto, yang siap bersaksi apabila kasus-kasus tersebut dibawa ke pengadilan.

Ribka menyebut berbagai peristiwa kelam pada masa Orde Baru, mulai dari tragedi 1965, Penembakan Misterius (Petrus), hingga kasus-kasus di Tanjung Priok, Lampung, Aceh, Papua, dan Timor Leste, masih menyisakan korban yang hidup dan dapat memberikan kesaksian.

Ia juga menyinggung keberadaan sejumlah korban penculikan aktivis yang kini bergabung dalam pemerintahan. 

Saksikan tayangan LIVE UPDATE lengkapnya hanya di Kanal YouTube Tribunnews!

Editor: Srihandriatmo Malau
Sumber: Tribunnews.com

Video TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved