Pertempuran Medan Area, Pertempuran 9 Oktober 1945 hingga 15 Februari 1947 di Medan, Sumatera Utara

Editor: Alfin Wahyu Yulianto

Video Production: Panji Anggoro Putro

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUN-VIDEO.COM – Pertempuran Medan Area merupakan satu di antara pertempuran yang bertujuan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Pertempuran Medan Area tergolong pertempuran yang cukup lama yakni berlangsung sejak 9 Oktober 1945 sampai berakhir pada 15 Februari 1947.

Seperti namanya, Pertempuran Medan Area berlangsung di Medan, Sumatera Utara.

Pertempuran Medan Area melibatkan pihak Indonesia dengan Sekutu yang diboncengi oleh NICA.

Latar Belakang

Pertempuran Medan Area diawali dengan mendaratnya pasukan Sekutu di Sumatera Utara pada 9 Oktober 1945 di bawah brigadier Jenderal TED Kelly.

Awalnya, kedatangan pasukan Sekutu ini disambut baik oleh pemerintah Indonesia di Sumatera Utara, seperti halnya kedatangan-kedatangan mereka di tempat lain.

Gubernur Sumatera Utara saat itu, Teuku Moh. Hasan mempersilakan tim Relief of Allied of War and Interness (RAPWI) yang bertugas membentuk pembebasan para tawanan perang untuk mendatangi tempat-tempat para tawanan berada.

Namun kenyataannya, pasukan Sekutu justru diboncengi oleh NICA dan mempersenjatai para bekas tawanan.

Tidak hanya itu, Sekutu dan NICA juga membentuk Medan Batalyon KNIL yang bertugas mengambil alih kekuasaan di Kota Medan.

Tak pelak, hal tersebut menimbulkan perlawanan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Indonesia (BIP) pimpinan Achmad Tahir.

Kronologi

Konflik antara pihak Indonesia dan Sekutu pun tidak dapat dihindarkan.

Insiden pertama meletus pada 13 Oktober 1945 di Hotel Bali Medan.

Insiden dipicu oleh aksi seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai warga setempat.

Melihat hal itu, para pemuda langsung menyerbu hotel tersebut hingga mengakibatkan 96 orang tewas yang sebagian besar merupakan orang-orang NICA.

Seorang opsir bernama Letnan Goenberg dan tujuh serdadu NICA juga tewas, serta beberapa warga negara Swiss terluka dan beberapa meninggal dengan luka parah.

Peristiwa itu segera tersiar ke seluruh pelosok kota Medan, bahkan ke seluruh daerah Sumatera Utara dan menjadi sinyal bagi kebanyakan pemuda, bahwa perjuangan menegakkan proklamasi telah dimulai.

Akibatnya, dengan cepat bergelora semangat anti Belanda di seluruh Sumatera.

Di antara pemuda itu salah seorangnya adalah Bedjo, seorang pemimpin laskar rakyat di Pulo Brayan.

Bedjo bersama pasukan selikur­nya pada tanggal 16 Okto­ber 1945, tengah hari setelah sehari sebelumnya terjadi peristiwa Siantar Hotel, menyerang gudang senjata Jepang di Pulo Brayan untuk memperkuat persenjataan.

Setelah melakukan serangan terhadap gudang perbekalan tentara Jepang, Bedjo dan pasukannya kemudian menyerang Markas Tentara Belanda di Glugur Hong dan Halvetia, Pulo Brayan.

Dalam pertempuran yang berlangsung malam hari, pasukan Bedjo yang menyerang Helvetia berhasil menewaskan lima orang serdadu KNIL.

Serangan yang dilakukan oleh para pemuda di Jalan Bali dan Bedjo itu telah menyentakkan pihak Sekutu (Inggris).

Mereka mulai sadar bahwa para pemuda-pemuda Republik telah memiliki persenjataan dan semangat kemerdekaan yang pantas diperhi­tungkan.

Pascakejadian itu, pada 18 Oktober 1945 Sekutu mengultimatum para pemuda dan rakyat Medan agar menyerahkan persenjataan mereka.

Di lain sisi, NICA mulai melakukan aksi-aksi terror kepada rakyat.

Namun ultimatum tersebut tidak dihiraukan, justru semakin mengobarkan perlawanan rakyat terhadap Sekutu dan NICA.

Perlawanan para pemuda dan TKR bahkan berhasil membuat Sekutu dan NICA terdesak ketika mereka berhasil menghadang serta menyerbu pasukan Sekutu yang sedang melakukan patrol.

Untuk membatasi gerak maju serta menghadang para pemuda, pada 1 Desember 1945, Sekutu memasang papan bertuliskan Fixed Boundaries Medan Area atau batas resmi wilayah Medan di berbagai pinggiran Kota Medan.

Karena tulisan itu, wilayah yang menjadi markas Sekutu di Kota Medan kemudian dikenal sebagai Medan Area.

Akibatnya, pada 2 Desember, dua orang serdadu Inggris tewas ketika tengah mencuci truknya di sungai dekat Kampung Sungai Sengkol.

Pada 4 Desember 1945 juga tewas seorang serdadu Inggris dibunuh pemuda TKR di daerah Saentis.

Akibat serangan ini, pada 6 Desember 1945 pasukan Inggris menyerang bioskop orange di daerah Medan dan mengakibatkan pemuda untuk mengepung gedung bioskop tersebut dan terjadi pertempuran kecil dengan tewasnya seorang perwira Inggris.

Namun tidak berselang beberapa jam, tentara Inggris menyerang markas pesindo di Jalan Istana dan mengobrak-abrik serta mengusir penghuninya.

Selama tiga hari yaitu sejak 7 sampai 9 Desember 1945, markas tentara Sekutu dan NICA diserang oleh pemuda TKR.

Akibat serangan itu Tentara Sekutu/NICA pada 10 desember 1945 menyerang markas pemuda TKR di Deli Tua.

Setelah serangan bolak balik tersebut pada 13 Desember 1945 Jenderal TED Kelly kembali mengeluarkan ultimatum kedua.

Bangsa Indonesia dilarang untuk membawa senjata di dalam daerah Medan atau 8.5 km sekitar Medan.

Bagi yang membantah akan di tembak mati.

Setelah keluarnya ultimatum kedua, tentara Sekutu dengan aktif melakukan razia dan sering mendapatkan serangan balik dari pemuda Indonesia.

Saling serang ini mengakibatkan kondisi Medan menjadi tidak kondusif.

Pertempuran setelah ultimatum kedua berlanjut sampai April 1946 dan mengakibatkan kerusakan parah.

Hal ini mamicu basis perjuangan dan pusat pemerintahan sementara dipindahkan ke Pematang Siantar.

Akbiat pemindahan ini, tentara Sekutu gencar melakukan serangan ke daerah yang ditinggal oleh TKR.

Serangan ini mengakibatkan penduduk lokal kerap ikut menjadi korban.

Mereka kemudian memilih mengungsi ke luar kota seperti ke Tanjung Morowa sampai ke Medan Selatan di Kota Matsum.

Karena serangan yang tidak terkordinir, pada Agustus 1946 seluruh pemuda di bawah Napindo dari PNI, Pesindo, Barisan Merah dari PKI, Hisbullah dari Masyumi, dan Pemuda Parkindo membentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area (KRLRMA).

Kapten Nip Karim dan Marzuki Lubis dipilih sebagai Komandan dan Kepala Staf Umum.

Di tempat lain, demi mengamankan sumber vital di Sumatera, Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia bergerak.

Pada awal Oktober, satu batalyon pasukan bersen­jata dari negeri Belanda mendarat di Medan.

Beberapa hari kemudian diikuti dengan satu batalion KNIL dari Jawa Barat.

Pada 19 Agustus 1946, para pemuda di Kabanjahe membentuk Barisan Pemuda Indonesia atau BPI.

Pembentukan ini didasari oleh keinginan pemuda Kabanjahe untuk membebaskan Medan.

BPI kemudian dipimpin oleh Matang Sitepu dan berganti nama menjadi Komando Resimen Laskar Rakyat daerah Tanah Karo.

Sebagai ketua umum, Matang Sitempu dibantu oleh Tama Ginting, Payung Bangun, Selamat Ginting, Rakutta Sembiring, RM Pandia, N.V Mas Persada Koran Karo-karo dan Keterangan Sebayang.

Beberapa waktu kemudian bekas pasukan pembantu Jepang Gyugun atau Heiho ikut bergabung ke komando ini.

Yang menyatakan kesiapanya adalah Jamin Gintings, Nelan Sembiring, dan Bom Ginting.

Untuk melanjutkan perjuangan membebaskan Medan dari kependudukan tentara sekutu dan NICA, tentara gabungan melakukan kordinasi bersama.

Hal ini dilakukan mengingat serangan yang tidak terkordinasi mengakibatkan kerusakan yang tidak membuat sekutu dan NICA angkat kaki dari Medan.

Maka dilakukanlah olah strategi penyerangan pada tanggal 10 oktober 1946.

Sasaran penyerangan tersebut terdapat di tiga titik area.

Pertama, yang akan direbut adalah Medan Timur, meliputi Kampung Sukarame di daerah Sungai Kerah.

Penyerbuan di daerah ini dikomandoi oleh Bahar dan resimen laskar rakyat.

Batalyon ini akan menduduki Pasar Tiga di Kampung Sukarame.

Daerah kedua adalah Medan Barat yang meliputi Padang Bulan, Petisah, dan Jalan Pringgan.

Penugasannya dilakukan oleh batalyon B yang terdiri atas resimen laskar rakyat dan pasukan Ilyas Malik yang akan bergerak menduduki Jalan Pringgan dan Kuburan Cina.

Sedangkan serangan ketiga akan dilakukan di Medan Selatan yang terpusat di kota Matsum.

Serangan di daerah Kota Matsum dilakukan oleh Batalyon 2.

Batalyon 2 bergerak menduduki Jalan Mahkamah dan jalan Utama Medan.

Rencana serangan pada 27 Oktober 1946 tepat pada pukul 20.00 dengan rute sepanjang Jalan Medan-Belawan.

Pertempuran Medan Area memasuki fase-fase akhir.

Pada 15 Februari 1947 tepat pukul 12 malam, Komite Teknik Gencatan Senjata melakukan perundingan untuk mengakhiri pertempuran Medan Area.

Baru pada 10 maret 1947 ditentukanlah batasan untuk melingkari Kota Medan dan Belawan untuk menentukan daerah yang dimiliki oleh Pihak sekutu dan NICA dan daerah kependudukan TKR.

Batasan ini mencapai 8.5 km.

Setelah mencapai kesepakatan, pada 14 Maret 1947 dimulailah pemasangan patok batasan tersebut.

Kendati demikian, masih saja sering terjadi pertikaian antara pihak Indonesia dan pihak Belanda mengenai patokan batas daerah.

Empat bulan kemudian pertempuran ini dinyatakan berakhir.

Belanda pun melakukan serangan Agresi Militer Belanda I sesudah pertempuran ini berakhir.

(TribunnewsWIKI/Widi Hermawan)

Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul: 17 AGUSTUS - Pertempuran Medan Area

ARTIKEL POPULER:

Baca: Palagan Ambarawa, Pertempuran Penting di Ambarawa dalam Rangka Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

Baca: Serangan Umum 1 Maret 1949, Pertempuran yang Buktikan pada Dunia Masih Eksisnya Republik Indonesia

Baca: Perang Puputan Margarana, Perang Kemerdekaan yang Meletus pada 20 November 1946 di Margarana, Utara

TONTON JUGA:

<iframe src="https://www.youtube.com/embed/s09e5Z8RElU" width="520" height="292" scrolling="no" frameborder="0"></iframe>
Sumber: TribunnewsWiki
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda