Profil Fatmawati Soekarno - Ibu Negara Pertama dan Pahlawan Nasional

Editor: Sigit Ariyanto

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TRIBUN-VIDEO.COM - Fatmawati Soekarno lahir di Bengkulu pada 5 Februari 1923 dengan nama asli Fatimah. Fatmawati adalah anak tunggal dari pasangan H. Hassan Din dan Siti Chadidjah.

Fatmawati sendiri konon masih memiliki garis keturunan dari Kerajaan Indrapura Mukomuko.

Ayahnya, Hassan Din, merupakan keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga Melur yang berarti putri yang cantik, sederhana, dan bijaksana.

Fatmawati mengenyam bangku sekolah di Hollandsche Inlandsche School (HIS), sekolah setara SD milik Belanda khusus untuk pribumi.

Lulus dari HIS, Fatmawati melanjutkan pendidikannya di sebuah sekolah milik Muhammadiyah di Bengkulu.

Di sinilah Fatmawati bertemu dengan Soekarno yang kelak menjadi suaminya.

Saat itu, Soekarno tengah mengajar di sekolah tersebut setelah dipindahkan dari tempat pengasingan di daerah Flores, NTT ke daerah Bengkulu.

Fatmawati juga dikenal sebagai gadis yang aktif berorganisasi, salah satunya ia aktif di Nasyiatul Aisyiyah, sebuah organisasi perempuan yang berada di bawah naungan Muhammadiyah.

Pada 1943, Fatmawati menikah dengan Soekarno. Karena posisi Soekarno tengah berada di Jakarta sedangkan Fatmawati di Bengkulu, pernikahan tersebut diwakilkan oleh seorang kerabat Soekarno, Opseter Sardjono. (1)

Baru pada 1 Juni 1943 Fatmawati diantar oleh orangtuanya ke Jakarta.

Dari pernikahan tersebut, Fatmawati dan Soekarno dianugerahi 5 orang anak diantaranya Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, serta Guruh Soekarnoputra.

Namun keduanya berpisah pada 1953 setelah Fatmawati memutuskan untuk meninggalkan Istana Negara karena Soekarno meminta untuk menikah lagi dengan seorang perempuan bernama Hartini. (2)

Riwayat Karier

Sejak masih bersekolah, Fatmawati dikenal sudah aktif dalam berbagai organisasi bahkan sejak ia masih duduk di sekolah dasar.

Di Nasyiatul Aisyiah, Fatmawati aktif sebagai pembaca ayat Al-Quran, anggota paduan suara, serta pawai obor.

Fatmawati juga kerap membaca surat kabar seperti Galuh Indonesia Raya, Pikiran Rakyat, Sasaran, serta Penabur yang ia pinjam dari Soekarno.

Dari situlah pandangan Fatmawati terhadap perjuangan semakin luas.

Setelah menjadi istri Soekarno dan tinggal bersamanya di Jakarta, Fatmawati mulai aktif berdiskusi dengan para tokoh wanita seperti Ny. Sukaptinah, SK. Tri Murti, dan beberapa tokoh yang lain.

Dari berbagai aktivitasnya tersebut, Fatmawati mendapat peluang mengenal lebih jauh permasalahan-permasalahan perjuangan.

Jiwa nasionalisme Fatmawati semakin kuat, pada 1944 ketika Bangsa Indonesia tengah mempersiapkan kemerdekaannya, Fatmawati mulai menjahit bendera merah putih.

Bendera inilah yang nantinya dikibarkan pertama kali dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1946 di Jl. Pegangsaan TimurNo. 56, Jakarta yang kini bernama Jl. Proklamasi No. 56. (3)

Meski sudah merdeka, namun kondisi negara belum juga stabil. Hal ini menjadi masa-masa tersebut menjadi masa yang sulit bagi keduanya.

Misal ketika ibukota negara harus pindah ke Yogyakarta pada 1946 karena agresi militer yang dilancarkan Belanda.

Kendati demikian, Fatmawati tetap setia menemani Soekarno. Bersama puteranya, Guntur yang masih bayi, Fatmawati setia mendampingi Soekarno berpindah dari satu kota ke kota lain.

Fatmawati juga sangat peduli dengan para perempuan, ia berhasil menjadikan Ny. Wakijah Sukijo, Ny. Pujo Utomo, dan Ny. Mahmudah Mas’ud menjadi anggota perempuan dalam kepengurusan KNIP.

Fatmawati juga mengirimkan perbekalan kepada istri prajurit dan para prajurit yang sedang berjuang di wilayah pertempuran.

Pada 1951, Fatmawati ikut berjuang dalam merembut kembali dokumen, barang, dan arsip milik pemerintah RI yang dirampas oleh Belanda pada medio 1945 sampai 1950 di Jakarta dan Yogyakarta.

Namun pernikahannya dengan Soekarno akhirnya kandas pada 1953 setelah Soekarno memutuskan untuk menikahi seorang janda bernama Hartini.

Fatmawati memilih pergi dari istana dan berpisah dengan Soekarno yang sudah 10 tahun hidup bersama dalam suka maupun duka.

Fatmawati juga memiliki peran sentral ketika ia memperjungkan perubahan eks Karesidenan Bengkulu menjadi Provinsi Bengkulu pada kurun waktu 1965 sampai 1968.

Fatmawati meninggal pada 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia karena serangan jantung ketika dalam perjalanan pulang dari Mekah setelah menunaikan ibadah umroh.

Fatmawati dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Karet Bivak di Jl. Karet Pasar Baru Barat, Karet Tengsin, Tanahabang, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Namanya diabadikan sebagai nama jalan, rumah sakit, bahkan bandar udara.

Misalnya Rumah Sakit Fatmawati yang berada di Cilandak Barat, Cilandak, Jakarta Selatan. Atau bandar udara di Bengkulu yang semula bernama Bandar Udara Padang Kemiling, diubah oleh pemerintah provinsi setempat menjadi Bandar Udara Fatmawati pada 14 November 2001.

Pada 4 November 2000, Presiden Abdurrahman Wahid menetapkan Fatmawati sebagai Pahlawan Nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 118/TK/2000. (4)

(TribunnewsWIKI/Widi)

 

ARTIKEL POPULER

Cara Cek Saldo BPJS Ketenagakerjaan dari HP Melalui Aplikasi BPJSTKU, Bisa Kapan Pun dan di Mana Pun

Cara Cek Nomor Telkomsel di HP

Cara Cek Nomor Indosat di HP

 

TONTON JUGA:

<iframe src="https://www.youtube.com/embed/Y8P2iVvZRR4" width="360" height="360" scrolling="no" frameborder="0"></iframe>
Sumber: Tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda