Laporan Wartawan TribunSolo.com, Erlangga Bima Sakti
TRIBUN-VIDEO.COM - Sekilas tak ada yang berbeda dengan aktivitas warga di Dusun Poro, Desa Tlogosari, Kecamatan Giritontro, Kabupaten Wonogiri.
Masyarakat beraktivitas seperti halnya di tempat-tempat lain.
Ada yang berkebun, mencari pakan ternak dan berkegiatan lain.
Namun ada yang menarik, masyarakat di sana tidak ada satupun yang menggunakan kayu jati untuk bangunan rumah karena suatu hal.
Bahkan untuk menemukan pohon jati di sana pun sangatlah sulit, berbeda dengan dusun disekitarnya yang banyak tumbuh pohon jati.
Wakino, tokoh masyarakat setempat, menceritakan penyebab masyarakat tak ada yang berani berani menggunakan kayu jati.
Baca: Asal-usul Pantangan di Dusun Poro Wonogiri, Tak Boleh Pakai Kayu Jati atau Nekat dan Berujung Sial
"Ini berkaitan dengan cerita rakyat," kata dia kepada TribunSolo.com, Sabtu (30/10/2021).
"Orang zaman dahulu yang punya keampuhan, apapun perkataannya akan diikuti, orang ampuh itu Mbah Bayan," jelasnya.
Wakino menceritakan, ketika zaman Kerajaan Majapahit, ada pemuda pendatang bernama Citrowongso.
Saat itu, ia datang ke wilayah Dusun Poro saat malam hari dan kondisi hujan lebat.
Citrowongso yang membuat api di atas air untuk menghangatkan diri membuat orang yang sedang roda malam heran dan melaporkan kejadian itu ke Mbah Bayan.
Kemudian oleh Mbah Bayan, Citrowongso yang saat itu mengembara diajak tinggal bersama.
Setelah lama tinggal di tempat Mbah Bayan, ia dijodohkan dengan anak perempuannya.
"Setelah lama menikah, Citrowongso ini diutus untuk berangkat perang, sebab kondisi Mbah Bayan saat itu sudah cukup tua," aku dia.
"Selain itu anak hanya dua, laki-laki dan perempuan, maka dari itu diutus anak menantunya," jelasnya.
Sebelum berangkat, Citrowongso dibekali dengan serban atau kendaraan zaman dahulu yang terbuat dari kayu jati.
Kemudian ia berpesan kepada keluarga sebelum berangkat perang.
Jikalau serban tersebut kembali dalam keadaan berlumuran bercak darah, maka dipastikan Citrowongso gugur.
Baca: Mitos Pejabat Masuk Dusun Poro Wonogiri Bisa Berujung Sial
Namun apabila kembali dalam keadaan bersih, Citrowongso berarti memenangi peperangan yang diikutinya.
Singkat cerita, kata Wakino, Citrowongso memenangi perang itu dan mengutus serban dari Mbah Bayan untuk pulang terlebih dahulu.
Namun diperjalanan pulang, serban itu bergesekan dengan pupus daun jati yang mengakibatkan banyak noda warna merah.
Hal itu yang membuat Mbah Bayan dan istri Citrowongso sedih kala teringat pesan yang disampaikan sebelum berangkat perang.
Karena lama tak kunjung pulang dan menganggap Citrowongso meninggal, akhirnya istri Citrowongso dinikahkan kembali dengan resepsi besar dan menggelar wayangan.
"Citrowongso yang saat itu sampai di Poro kemudian tanya ke Mbok Rondho yang rumahnya di dekat acara resepsi," aku dia.
"Kemudian oleh Mbok Rondho dijelaskan bahwa itu acara resepsi anak Mbah Bayan," ucapnya.
Citrowongso kemudian menemui dalang dalam acara wayangan itu dan meminta izin untuk menjadi dalang.
Setelah diizinkan, Citrowongso kemudian mendalang dengan menceritakan perjalanan hidupnya. Saat itu, barulah semua sadar bahwa Citrowongso masih hidup.
"Mbah Bayan kemudian berujar bahwa ia melarang anak cucunya yang menempati Dusun Poro dilarang menggunakan kayu jati," jelasnya.
Hingga saat ini, pantangan tersebut masih dipatuhi masyarakat Dusun Poro, tak ada yang berani melanggar.
"Kepercayaan masyarakat di sana apabila melanggar, akan ada musibah yang menimpa mereka," aku dia.
(*)
Artikel ini telah tayang di TribunSolo.com dengan judul Asal-usul Warga Dusun Poro Giritontro Tak Berani Pakai Kayu Jati, Ternyata Ada Kisah Menyayat Hati
# liputan khusus # mitos # Dusun Poro # Wonogiri # kayu jati
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.