TRIBUN-VIDEO.COM - Bulan Ramadhan merupakan bulan penuh berkah dan dianjurkan untuk memperbanyak amalan-amalan sholeh.
Selain berpuasa, menyambung silaturahmi kepada sanak saudara juga dianjurkan.
Rasulullah SAW bersabda:
“Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada salat dan puasa?”
Sahabat menjawab,
“Tentu saja!”
Rasulullah pun kemudian menjelaskan,
“Engkau damaikan yang bertengkar, menyambungkan persaudaraan yang terputus, mempertemukan kembali saudara-saudara yang terpisah, menjembatani berbagai kelompok dalam Islam, dan mengukuhkan ukhuwah di antara mereka, (semua itu) adalah amal saleh yang besar pahalanya.
Barangsiapa yang ingin dipanjangkan usianya dan dibanyakkan rezekinya, hendaklah ia menyambungkan tali persaudaraan.” (HR. Bukhari-Muslim).
Dalam uraian hadis tersebut, barang siapa yang bersilaturahmi atau menyambung persaudaraan niscaya Allah SWT akan memperpanjang usia dan menambah rezeki seseorang.
Namun berapakah jarak seseorang diperbolehkan tidak berpuasa jika sedang dalam perjalanan jauh atau musafir?
Dalam program Tanya Ustaz yang tayang di kanal YouTube Tribunnews.com, Ustaz Tajul Muluk menjelaskan hal tersebut secara detail.
Ia mengatakan, seseorang diperbolehkan tidak berpuasa saat menempuh perjalanan yang waktu tempuh perjalanannya bisa menjamak dan mengqasar salat.
"Kalau bisa mengqasar dan menjamak salat, berarti sudah disebut musafir," ujarnya dalam program yang dipandu oleh Ratu Sejati tersebut.
Ustaz Tajul membeberkan, jarak itu apabila dikira-kira dalam kilometer akan berjarak sekitar 80 km.
"Kalau dikira-kira sekitar 80 kilo meter," sambungnya.
Namun ia mengimbau, aturan tersebut berlaku jika jarak yang dilalui seseorang bersifat memberatkan.
Bila dirasa tidak berat, maka seseorang masih diperbolehkan berpuasa selama dalam perjalanan jauh.
Menurut Ustaz Tajul, zaman sekarang cukup berbeda jauh dengan zaman hidup Rasulullah SAW.
Jarak yang diperkirakan sejauh 80 km pada zaman Nabi sudah sangat jauh, lantaran tidak adanya transportasi seperti saat ini.
"Kalau zaman nabi jauh ya 80 km itu, tapi sekarang kan ada transportasi yang canggih," ungkapnya.
Sehingga ia memperbolehkan seseorang yang menggunakan transportasi modern untuk tatap berpuasa saat menempuh perjalanan jauh tersebut.
"Kalau sekarang banyak transportasi. Maka itu dibolehkan tetap puasa," sambungnya.
Kemudian seseorang yang meniatkan perjalanannya untuk keburukan, maka tidak diperbolehkan.
Ia mencontohkan, seseorang yang bepergian jauh saat puasa Ramadhan hanya untuk menyepakati pekerjaan koruptif.
"Yang tidak boleh lagi, ketika meniatkan perjalanan jauhnya untuk menyepakati koruptif, seperti korupsi. Itu kan maksiat jadinya," bebernya saat memberikan contoh.
Kendati demikian, terdapat tiga hal yang harus diketahui oleh umat Muslim dalam memaknai pilihan berpuasa atau tidak saat melakukan perjalanan jauh.
Pertama, lebih baik melanjutkan puasa saat bepergian jauh, namun menggunakan transportasi yang nyaman.
Dalam hal ini Ustaz Tajul memberi contoh, bepergian dengan jarak 100, 2000 atau bahkan 500 kilo meter, namun ditempuh dnegan pesawat atau kereta api.
Maka para jumhur ulama sepakat agar seseorang yang mengalami hal serupa bisa melanjutkan puasanya.
"Kalau diukur dengan jarak 100, 200 bahkan 500 kilo, tapi ditempuh dengan alat transportasi nyaman, mayoritas ulama sepakat lebih baik dilanjutkan puasanya," ujarnya.
Kedua, dianjurkan berbuka jika perjalanan jauhnya memberatkan.
Kemudian yang ketiga, apabila perjalanan jauhnya tidak hanya memberatkan, tetapi juga membahayan diri seseorang.
Ia mencontohkan saat sedang menyupir kendaraan dan hendak ke suatu tempat yang jauh, namun rasa lapar datang saat itu juga.
Maka haram untuk melanjutkan puasa, dan harus membatalkannya.
"Misalnya nyupir, laper banget dalam perjalann jauh kan malah menimbulkan bahaya. Nah itu haram dilanjutkan," pungkasnya.
(TribunPalu.com/Hakim)
Artikel ini telah tayang di TribunPalu.com dengan judul Kapan Seseorang Dikatakan Musafir dan Diperbolehkan Berbuka Puasa saat Perjalanan Jauh?
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.